News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengamat: Jangan Pilih Parpol yang Tidak Pro Transportasi Massal

Penulis: Agustina Rasyida
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pekerja tengah mengecek prototipe monorail milik PT MBW di Cibitung, Bekasi, Jawa Barat, Senin (11/2/2013). Monorail tersebut diharapkan bisa menjadi moda transportasi massal masyarakat Jakarta yang mampu mengangkut 125 orang sekali jalan. WARTA KOTA/ANGGA BN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerhati transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia(MTI), Djoko Setijowarno, menyerukan ke masyarakat untuk memilih calon wakil rakyat dan partai politik (parpol) yang pro dengan transportasi publik.

Pasalnya mendekati Pemilihan Umum 2014, banyak partai dan calon wakil rakyat yang menunjukan kepeduliannya terhadap isu-isu sosial di masyarakat. Mulai dari pendidikan, kesehatan, bantuan sosial, dan lainnya, tetapi sangat jarang dijumpai yang peduli dengan transportasi publik.

"Ketika pemilu 2009, hanya satu partai yang punya program transportasi massal, yang lain tidak ada, tetapi sekarang siapa musuh kita bersama? Ya partai berkuasa yang tidak pro transportasi massal," kata Djoko roundtable discussion "Kebijakan dan Strategi Meningkatkan Penggunaan Angkutan Umum Penumpang di Perkotaan", Kamis (16/5/2013), di Jakarta.

Djoko mengatakan transportasi massal merupakan hal penting bagi Indonesia. Mengingat angkutan massal belum terintegrasi dan mampu mengurangi kemacetan.

"Ini untuk mendorong parpol memiliki program public transport, kalau tidak punya, nggak usah dipilih," ujar dosen teknik Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, ini.

Lebih lanjut Djoko membahas Undang-undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Djoko menyarankan UU tersebut harus segera direvisi. Pasalnya jika tidak diatasi, kemacetan lalu lintas kota akan bertambah. Di sisi lain, pembangunan flyover, underpass, maupun jalan lingkar tidak ada artinya. Karena tidak mencantumkan prasarana dan sarana ketika pengembangan bangunan kawasan perumahan atau pemukiman harus menyediakan akses angkutan umum.

"Padahal 99 persen perjalanan berasal dari rumah. Kalau tidak disediakan angkutan umum akan mengakibatkan penghuni perumahan menggunakan kendaraan pribadi, tidak hanya untuk bekerja tapi belanja dan sekolah," papar Djoko.

Dalam UU tersebut, lanjut Djoko, prasarana yang wajib disediakan berupa jalan, sanitasi, penyediaan air minum, dan drainase. Sarana perumahan berupa tempat ibadah dan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Sedangkan kewajiban menyediakan angkutan umum dapat dilakukan pemerintah atau kerjasama dengan pengembang.

Sehingga prasarana yang perlu ditambah adalah halte bus. Untuk sarananya adalah angkutan umum, pasar, dan sekolah.

"Seharusnya perumahan ada trayek kendaraan umum, jadi UU harus direvisi. Kalau satu perumahan ada 1000 rumah dan masing-masing punya mobil, berarti ada 1000 kendaraan yang keluar ke jalan, jalanan bisa macet," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini