TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Sekretaris Kota (Sekkot) Bandung Edi Siswandi memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (23/5/2013).
Edi datang menjadi saksi dalam perkara suap terkait pemulusan penanganan kasus Bansos di Bandung. Edi tiba di markas Abraham Samad sekitar pukul 14.40 WIB, ditemani kerabatnya.
Sebelum masuk lobi KPK, Edi berjanji akan menjelaskan semua yang ia ketahui tentang kasus ini, usai diperiksa penyidik KPK.
"Nanti saya jelaskan," ujarnya kepada wartawan.
Setelah mengisi daftar tamu, dia langsung masuk menuju ruang pemeriksaan. Dalam kasus ini, KPK hari ini juga memeriksa Wali Kota Bandung Dada Rosada. Saat ini, Dada tengah menjalani pemeriksaan intensif oleh penyidik KPK.
Nama Dada dan Edi muncul dalam dakwaan kasus korupsi Bansos yang berjalan di Pengadilan Tipikor Bandung. Di situ disebutkan, Dada Rosada dan Sekkot Bandung Edi Siswadi, adalah pihak yang diperkaya dalam kasus korupsi tersebut.
Para terdakwa juga disebutkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Dada dan Edi, yang berkas penuntutannya dibuat terpisah.
Uang hasil pencairan dana dalam dakwaan disebutkan, diserahkan oleh bendahara pengeluaran Rochman kepada Dada. Rochman di hadapan persidangan, telah mengakui arahan Dada Rosada sebelum ia diangkat menjadi Bendahara Pengeluaran pada Tata Usaha Sekretariat Daerah (Setda) Kota Bandung, bahwa akan ada permintaan uang melalui ajudan.
Dalam dakwaan, Dada juga disebutkan memberikan arahan pada Rochman soal pencairan dana bansos. Terdakwa Rochman dipanggil Wali kota Bandung Dada Rosada di kediamannya di daerah Ciparay Bandung, sekitar akhir Desember 2008, untuk ditugaskan menjadi Bendahara Pengeluaran pada Setda Kota Bandung.
Menurut JPU, dalam pertemuan tersebut Dada memberitahukan sekaligus memberikan arahan kepada terdakwa, bahwa nanti ada yang minta uang pada Rochman melalui ajudan wali kota.
Ajudan wali kota yang dimaksud adalah Yanos Septadi dan Mara Suhendra. Berbekal arahan dari pimpinannya itu, Rochman kemudian menanyakan pada bendahara sebelumnya, Amar Kasmara.
Rochman kemudian menerbitkan atau menandatangani Surat Permintaan Pembayaran (SPP) Belanja Bantuan Sosial (Bansos) atas nama pegawai pemkot.
Pegawai Pemkot Bandung yang dituliskan adalah ajudan Wali kota, Yanos Septadi dan Mara Suhendra, Asisten Administrasi Umum Setda Kota Bandung Tjutju Nurdin, dan Kepala Dinas Keuangan Kota Bandung Dadang Supriatna.
Selain Dada, permintaan uang juga dilakukan secara lisan maupun tertulis oleh Sekda Bandung Edi Siswadi, melalui ajudannya Luthfan Barkah dan sekretaris pribadinya, Yusuf Hidayat.
Padahal, seharusnya dana bansos bisa diberikan atas adanya permohonan dari pemohon, yaitu dari organisasi sosial dan organisasi kemasyarakatan, dengan melengkapi dokumen.
Hingga kini, Dada Rosada, Edi Siswadi, Tjutju Nurdin, dan Herry Nurhayat, belum dijadikan tersangka, walaupun mereka telah dimintai keterangan sebagai saksi beberapa waktu lalu.
Rochman merupakan satu dari tujuh terdakwa yang terjerat kasus ini. Enam terdakwa lainnya adalah Firman Himawan, Luthfan Barkah, Yanos Septadi, Uus Ruslan, Havid Kurnia, dan Ahmad Mulyana.
Bahkan, dalam perkara ini mereka telah divonis satu tahun penjara dan denda masing-masing Rp 50 juta subsider sebulan kurungan. Mereka juga diperintahkan membayar denda Rp 9,4 miliar.
Ketujuh terdakwa dinyatakan terbukti melanggar pasal 3 ayat 1 Jo pasal 8 UU Nomor 31 tahun 1999, sebagaimana telah diubah dalam UU No 20 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Saat perkara itu disidang, Setya merupakan Ketua Majelis Hakim. Sementara, majelis hakim lain dikabarkan bernama Ramlan Comel dan Jojo Johari.
Setyabudi Tejocahyono kini menjabat sebagai Wakil Ketua PN Bandung, malahan dia baru lolos promosi jabatan hakim tinggi di Padang. Sementara, Ramlan Comel merupakan hakim yang pernah menangani kasus mantan Bupati Subang Eep Hidayat dan Wali Kota Bekasi Mochtar Mohammad.
Dalam vonis tersebut, hakim Setyabudi tidak mengakui hasil penghitungan Kejaksaan Tinggi Jabar sekitar Rp 66 miliar, tapi justru mengakui hasil audit kerugian negara dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Jawa Barat senilai Rp 9,916 miliar.
Hakim juga menyatakan uang pengganti sebesar Rp 1,4 miliar tidak perlu dibayar, sebab telah dititipkan di Rumah Penyimpanan Barang Sitaan (Rupbasan) Bandung. (*)