TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Muhammad Sirajuddin Syamsudin, menyindir program pengendalian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi melalui Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).
Pria yang beken dipanggil Din Syamsuddin itu menyebutkan program BLSM tidak lepas dari motif dan kepentingan politik apalagi biasanya dilakukan menjelang Pemilihan Umum dan Pemilihan Legislatif.
"Tentu diharapkan ada balas budi terima kasih dari rakyat. Paling diuntungkan adalah partai pemerintah atau 'the ruling party'," ujar Din di kantornya, Jakarta, Rabu (29/5/2013).
Kedua, lanjut Din, penerima BLSM atau sejenisnya angkanya selalu tinggi. Sedangkan pemerintah mengklaim angka kemiskinan sekitar 11 persen atau mungkin kurang dari 30 juta jiwa.
"Kok yang yang menerima BLSM ini sampai 70 juta? Atau dulu Raskin (beras miskin, red) 70 juta peserta Jamkesmas 74.6 juta. Yang mana yang benar angka kemiskinan ini? Seyogianya pemerintah secara jujur mengakui. Jangan data dipoles-poles," kata peraih gelar doktor dari University of California at Los Angeles (Ucla), Amerika Serikat.
Ketiga, ujarnya, pendekatan BLSM sifatnya tidak mendidik karena memberikan ikan bukan pancing kepada masyarakat untuk berusaha. Dana yang sedemikian banyak seharusnya bisa dialihkan untuk membantu atau mendirikan industri padat karya yang bisa dirasakan masyarakat luar.
"Tapi saya yakin pemerintah tidak mau karena efek psikologis politiknya rendah dan besar kemungkinan diselewenangkan seperti yang saya baca tahun lalu pun orang yang tidak berhak menerima," ujarnya.