TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch(IPW), Neta S. Pane menilai RUU Komponen Cadangan yang tengah ramai diperbincangkan boleh saja dibahas DPR dan digolkan menjadi UU. Namun Neta menilai tidak otomatis pemerintah bisa mewajibkan latihan militer bagi warga sipil.
"Sebab pembentukan komponen cadangan melalui kebijakan wajib militer (wamil) bisa dilakukan jika benar-benar sangat diperlukan negara," ujarnya dalam keterangan pers yang diterima Tribunnews.com, Minggu (2/5/2013).
Neta memaparkan, menurutnya sda dua alasan yang bisa membentuk komponen cadangan melalui wamil. Pertama, adanya ancaman dari luar negeri, sementara saat ini kondisi Indonesia sangat stabil, tidak ada ancaman dari luar, tidak dalam keadaan darurat perang, dan tidak ada rencana melakukan agresi.
"Untuk itu rencana wamil patut dipertanyakan," ujarnya.
Kedua, lanjutnya, adalah banyaknya pengangguran kaum muda. Ia mengatakan pembentukan wamil bisa mengatasi pengangguran dan premanisme jalanan. Artinya, para penganguran dan preman jalanan masuk wajib militer dan kemudian ditempatkan di wilayah perbatasan yang memang tidak ada aparat TNI-Polrinya, seperti di Kalimantan dan Papua.
"IPW lebih setuju dengan yang kedua. Sebab itu, rencana pembentukan komponen cadangan oleh Kementerian Pertahanan yang akan melatih PNS dan swasta menembak adalah langkah yg tidak tepat dan hanya akan menimbulkan ancaman baru di masyarakat," katanya.
Ia menilai potensi penyalahgunaan yang muncul akan lebih besar jika hal tersebut diterapkan. Apalagi, jika pasukan cadangan itu anggota ormas atau digunakan untuk menjaga keamanan.
"Selama ini pelatihan komponen keamanan adalah wewenang Kepolisian dan bukan Kementerian Pertahanan. Dan itu sudah lama dilakukan Polri, dengan program satuan pengamanan (satpam)," katanya.