TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Teguh Juwarno, anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), mendesak pemerintah menghentikan sementara semua pesawat MA-60 buatan Xian Aircraft Industrial Corporation, Cina, yang dioperasikan Maskapai Merpati.
"Semua Pesawat MA-60 yg diperasikan Merpati harus di-grounded dulu, sampai hasil audit menyatakan tidak ada masalah," ujar Teguh di Jakarta, Selasa (11/6/2013).
Apalagi, menurutnya, pesawat ini belum memiliki persyarakat kelaikan terbang dari otoritas penerbangan internasional.
"Baru dari Pemerintah Cina dan Indonesia," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, pesawat MA-60 yang digunakan Merpati Nusantara Airlines untuk melayani penerbangan perintis, kecelakaan di Bandara El Tari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin (10/6/2013).
Sebelumnya, kecelakaan pada pesawat serupa terjadi pada 7 Mei 2011 di Teluk Kaimana, Papua Barat. Posisi jatuhnya 500 meter dari sisi runway Bandara Kaimana.
Dengan dua musibah dalam waktu dua tahun, Teguh menuturkan, sudah seharusnya Kementerian Perhubungan melarang pesawat jenis ini terbang melayani angkutan manusia, paling tidak sampai ada audit yang menyeluruh.
Menurut Teguh, Kemenhub juega harus bertanggung jawab atas musibah yang terjadi. Karena, Kemenhub adalah pihak yang mengeluarkan sertifikat kelayakan dan keamanan bagi pesawat tersebut.
Padahal, pesawat jenis ini tidak mendapat sertifikat dari Federal Aviation Administration (FAA) di Amerika Serikat.
"Karena, mereka (Kemenhub) yang mengizinkan pesawat ini digunakan dalam penerbangan komersial di Indonesia," paparnya.
Hal senada diutarakan Yudi Widiana Adia, anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKS. Ia mendesak Kemenhub segera menginvestigasi pesawat MA-60 secara menyeluruh.
"Mesti diinvestigasi secara menyeluruh terhadap kelayakan sisa pesawat yang masih selamat dan dioperasikan. Agar, setelah ini benar-benar tidak terjadi kecelakaan pada jenis pesawat yang sama," sarannya.
Yudi juga menyatakan Kemenhub harus bertanggung jawab atas kecelakaan pesawat MA-60.
"Itu pesawat kan hanya mengantongi sertifikat keselamatan dari Kemenhub RI dan Cina, tidak kantongi sertifikat dari FAA di Amerika, sehingga tidak beroperasi di sana. Jadi, Kemenhub harus bertanggungjawab," cetusnya. (*)