Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah organisasi menolak disahkannya RUU Ormas. Sebab, pendekatan politik akan kembali digunakan terhadap sektor sosial.
"Tawaran kita jelas dan kongkrit, RUU Ormas janganlah disahkan. UU Ormas 1985 seharusnya dicabut bukan direvisi," kata perwakilan Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB) Fransisca Fitri di Wahid Institute, Jakarta, Minggu (23/6/2013).
Fransisca meminta RUU tersebut menggunakan pendekatan hukum serta membenahi UU Yayasan serta menindaklanjuti RUU perkumpulan yang sudah masuk dalam Prolegnas 2010. "Janganlah pemerintah memandang sektor masyarakat sebagai ancaman. Pemerintah seharusnya menyediakan fasilitas dan insentif bukan malah mengekang dan represif," katannya.
Ia mengatakan penolakan terhadap RUU Ormas tidak serta merta diartikan lebih memilih menggunakan UU nomor 8 tahun 1985. Menurutnya persepsi tersebut keliru.
"Harusnya ada inisiatif untuk mencabut UU no 8 tahun 1985, melalui pencabutan sebagaimana diatur oleh UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Tidak harus dengan RUU Ormas yang baru," imbuhnya.
Fransiska mengatakan hingga saat ini pemerintah sendiri tidak bisa menjelaskan manfaat pengesahan RUU Ormas tersebut. Sebab, pertimbangan RUU Ormas sebagai instrumen pencegahan kekerasan hingga transparansi dan akuntabilitas Ormas sesungguhnya sudah diatur dalam KUHP dan KUHPerdata.
"Pansus RUU Ormas dan pemerintah tidak pernah berhasil menjelaskan apa guna dan manfaat RUU Ormas ini. Tidak perlu menghadirkan aturan baru (RUU Ormas) karena akan menimbulkan rantai kompleksitas baru pula dan konflik norma," jelasnya.