Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM -- Inspektur Jenderal Pol Djoko Susilo (52), terdakwa kasus korupsi proyek simulator SIM, punya hobi memborong tanah, rumah, dan apartemen sejak pertengahan 2003 hingga boroknya terungkap, pertengahan 2012 lalu. Menurut penukusan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sejak 2005 setidaknya setiap dua bulan sekali Djoko membeli tanah dan rumah.
Aksi borong paling banyak dilakukan Djoko pada 2007, ketika ia menempati 'tempat basah' yaitu Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya sejak 14 Juli 2004. Saat itu ia melakukan 16 kali transaksi pembelian tanah, rumah, dan apartemen.
Pembelian termahal mencapai Rp 3,2 miliar yaitu sebuah rumah di atas tanah seluas 897 meter persegi di Jl Margastwa No 16, Pasar Minggu, Jakarta. Properti itu diatasnamakan Mahdiana, istri kedua yang dinikahi Djoko pada 27 Mei 2001.
Pada periode 2007 tersebut Djoko memborong tanah di kawasan Leuwinanggung, Cimanggis, Depok. Selain itu, mantan Gubernur Akpol tersebut juga membeli SPBU di Jl Raya Ciawi, Bogor, seharga Rp 1,8 miliar dan rumah mewah di atas tanah seluas 3.077 meter persegi di Jl Perintis Kemerdekaan, Solo, Jawa Tengah.
Mustar (59), seorang makelar tanah di kawasan Leuwinanggung, Cimanggis, Depok, mengaku pertama kali membantu Djoko membeli lahan pada 2005. Awalnya, Mustar didatangi seorang notaris bernama Erick Maliangkay, minta Mustar menjadi perantara dengan warga RT 01, RW 08 Kelurahan Leuwinanggung.
"Pak Erick minta dicarikan lahan disekitar tanahnya yang sudah dimilki Pak Djoko sebelumnya. Katanya, Pak Djoko mau memperluas lahannya itu," kata Mustar kepada Tribunnews, Sabtu (29/6/2013).
Menurut Mustar lahan seluas sekitar 2.000 meter persegi yang dikelilingi pagar setinggi 2,5 meter dan telah disita KPK, merupakan lahan yang sudah dimiliki Djoko sebelum 2005. "Katanya lahan itu punya istri Pak Djoko, dibeli sudah lama, saat tanah di sekitar situ harganya masih Rp 35 ribu per meter persegi," terangnya.
Mustar baru pertama kali bertemu Djoko pada Juli 2005. Saat itu Djoko masih menjabat sebagai Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya. Mustar diundang datang ke ruang kerja Djoko untuk melakukan transaksi dua bidang lahan seluas 1.207 meter persegi seharga Rp 106.830.000 dan tanah 200 meter persegi seharga Rp 12.800.000.
Di ruangan kerja saat itu ada Djoko, sejumlah staf, Erick, dan Mustar. Uang ratusan juta rupiah, menurut Mustar, diserahkan di meja kerja Djoko dalam bungkusan kantong plastik.
"Waktu pertama kali bertemu dia (Djoko), menurut saya dia orang baik. Jadi waktu dia memberikan uang tunai, saya tidak hitung lagi. Kami sama-sama saling percaya. Saya juga tidak pernah curiga mengapa pembayarannya tunai," katanya.