Laporan Wartawan Tribunnews.com Erik Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Belasan organisasi masyarakat sipil berkumpul di Sekretariat Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di bilangan Pejaten Timur, Jakarta Selatan, Selasa (26/10/24). Dalam pertemuan itu disepakati suatu resolusi yang dinamakan Resolusi Pejaten Timur.
Sekjen KPA Dewi Kartika mengatakan lahirnya resolusi ini sebagai respons dari banyaknya kasus-kasus agraria dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional atau PSN.
"KPA mencatat terdapat 134 kasus agraria berupa perampasan tanah rakyat dalam PSN ini. Rakyat tidak diberi kesempatan berpartisipasi secara aktif dan bermakna dalam proses pengadaan tanah," tegas Dewi.
Salah satu kesepakatan dalam pertemuan itu adalah membentuk Front Rakyat Tolak PSN yang akan mengadvokasi masyarakat yang dirugikan dalam PSN, termasuk PSN PIK 2 di Banten yang penuh kontroversi.
Baca juga: Ketika Suswono, Kun, Rano Karno Kompak Tidak Ada Penggusuran dalam Konflik Agraria
Tampak hadir beberapa penggiat masyarakat sipil antara lain Sekjend AGRA Sultoni, Ketua Umum KASBI Sunarno, dan Ketua Umun KSPSI Pembaruan Jumhur Hidayat.
"Kesepakatan Front Rakyat Tolak PSN ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan kami atas pelaksanaan pembangunan atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN) yang bertentangan dengan cita-cita konstitusi," kata mereka dalam deklarasinya.
Atas dasar bahwa PSN menjadi alat baru perampasan tanah, menyebabkan krisis agraria, menghilangkan sumber pencaharian, menghilangkan partisipasi rakyat secara bermakna dan transparan, deklarator mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan pelaksanaan PSN di berbagai daerah.
DPR juga diminta untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh peraturan perundang-undangan yang melegitimasi pelaksanaan PSN di berbagai daerah.
"Presiden dan DPR RI harus mendorong model-model pembangunan yang berpusat pada kepentingan rakyat," bunyi salah satu poin tuntutan.