TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dan Miranda S Goeltom tak akan mendapatkan remisi pada Lebaran maupun 17 Agustus mendatang.
Hal ini disebabkan Menkumham Amir Syamsuddin menerbitkan Surat Edaran terkait PP Nomor 99 Tahun 2012. Nazaruddin yang kini mendekan di LP Sukamiskin dan Miranda di LP Wanita Tangerang berharap mendapat remisi seperti terpidana lainnya yang telah menjalani pidana setelah vonisnya berkekuatan hukum tetap atau inchrat.
" Klien kami Bu Miranda Goeltom berharap dapat remisi," tegas pengacara Miranda yakni Andi Simangunsong kepada Tribunnews.com, Senin (15/7).
Penegasan senada disampaikan kuasa hukum Miranda yang lain yakni Tengku Nasrullah.
"BuMiranda patuh pada hukum, beliau akan menjalani semua yang telah divonis dan mengharap mendapatkan hak-haknya selama menjalani pidana sesuai ketentuan UU," tegas Nasrullah.
Miranda terbukti menyuap sejumlah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 terkait pemilihannya supaya terpilih menjadi Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI). Vonis di Pengadilan Tipikor dijatuhkan pada 27 September 2012. Putusan tersebut diperkuat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 23 Januari 2013 dengan hukuman yang sama.
Dan Kasasi MA pada 25 April 2013 juga menolak permohonan Miranda sehingga tetap divonis tiga tahun penjara. Harapan untuk mendapatkan remisi juga disampaikan M Nazaruddin melalui kuasa hukumnya, Junimar Girsang. "Tentu saja klien kami (Nazaruddin) ingin mendapatkan hak-haknya (remisi) selama menjalani masa pemidanaan," tegas Junimart.
Seperti diketahui, Nazaruddin divonis tujuh tahun penjara melalui putusan Kasasi Mahkamah Agung pada 23 Januari 2013. Nazaruddin terbukti menerima suap Rp 4,6 miliar dalam proyek pembangunan Wisma Atlet yang dikerjakan PT Duta Graha Indah. Baik Miranda dan Nazaruddin tak mendapatkan remisi lantaran terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 yang memperketat pemberian remisi bagi terpidana kasus korupsi, narkoba dan terorisme.
Menteri Hukum dan HAM pada 12 Juli 2013 atau sehari pasca terjadinya kerusuhan di LP Tanjung Gusta, Medan menerbitkan Surat Edaran Nomor M.HH-04.PK.01.05.06 tahun 2013. Surat tersebut berisi PP Nomor 99 Tahun 2012 tidak berlaku surut.
"Berkaitan dengan pemberian resmisi, asimilasi dan pembebasan bersyarat bagi pelaku tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, dengan ini kami jelaskan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 diberlakukan bagi narapidana yang putusan pidananya telah berkekuatan hukum tetap setelah tanggal 12 November 2012," demikian isi Surat Edaran Menkum HAM yang ditandatangani Menkuhmam Amir Syamsuddin.
Humas Ditjen Pemasyarakatan Akbar Hadi Prabowo, menyatakan surat edaran itu menegaskan PP itu berlaku bagi narapidana yang vonisnya berkekuatan hukum tetap setelah November 2012.
"Artinya bisa diberlakukan waktu dekat ini. Apakah saya (napi) mendapat remisi atau tidak, dengan Surat Edaran itu jadi tegas bahwa napi yang diputus sebelum 12 November masih dimungkinkan. Tapi setelah 12 November ada beberapa persyaratan," kata Akbar.
Pengacara Miranda yakni Tengku Nasrullah mengatakan, hukuman itu hanya boleh dijatuhkan oleh Pengadilan. Pasca putusan atau saat terpidana menjalani pidana, maka tidak boleh lagi dikenakan hukuman seperti pengaturan melalui PP Nomor 99 Tahun 2012 yang dibuat Menkumham.
"Prinsip dasarnya yakni seseorang hanya dihukum terakhir melalui putusan pengadilan. Tidak ada hukuman pasca putusan..kalo ada peraturan, PP atau Peraturan Menteri yang masih menghukum, itu layak untuk dibatalkan," tegas Nasrullah.
Penegasan serupa disampaikan Junimar Girsang. Ia mempertanyakan, apakah PP itu lebih tinggi dari UU. Sebab, selama ini sudah ada UU yang mengatur hak-hak terpidana yakni UU Nomor 12 Tahun 1995.
"UU Nomor 12 Tahun 1995 khususnya pasal 14 i mengatur, setiap narapidana berhak atas remisi, asimilasi dan pembebasan bersyarat. Itu sesuai sesuai
konvensi PBB..Kalau PP Nomor 99 itu jadi aneh, lha wong sudah ada UU yang mengatur, kok dikalahkan PP," tegas Junimart.
Atas dasar itu, Junimart berencana mengajukan judicial review atas PP Nomor 99 Tahun 2012 yang membuat narapidana jadi sulit mendapatkan remisi, asimilasi dan pembebasan bersyarat.
Miranda melalui kuasa hukumnya mengatakan bahwa syarat diberikan remisi apabila menjadi justice collaborator (pengungkap kasus), akan sulit dilakukan.Terlebih, saat ini kliennya sudah hidup di Lapas. "Semua informasi tentang kasus Bu Miranda sudah disampaikan. Beliau siap memberikan informasi apapun sepanjang yang ia ketahui. Tapi kalau tidak, jangan dipaksa untuk mengakui," tegas Andi Simangunsong.
Sedangkan Nazaruddin melalui Junimart mengatakan, bahwa apa yang diketahui kliennya sudah dibongkar semua di pengadilan. Nazaruddin siap memberikan seluruh informasi yang dibutuhkan KPK.
Nasib Angelina Sondakh yang divonis 4,5 tahun oleh Pengadilan Tipikor pada 10 Januari 2013 dan diperkuat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 22 Mei 2013, juga tak akan mendapatkan remisi. Terlebih lagi, saat ini Angelina masih berupaya mengajukan Kasasi. (tribunnews/yls/fer/aco)