Laporan Wartawan Tribunnews, Eri Komar Sinaga
"Itu sangat disesalkan karena lalu tidak memberi kepastian hukum," ujar Mahfud usai menghadiri 'Peringatan Harlah ke-15 PKB' di DPP PKB, Jakarta, Selasa (23/4/2013).
Menurut Mahfud, kesalahan penulisan dalam putusan MA merupakan kesalahan yang fatal. Masyarakat bisa menganggapnya menjadi sebuah kesengajaan terlebih apabila kesalahan semacam itu terjadi lebih dari satu kali.
Untuk itu, Mahfud menyarankan agar Kejaksaan Agung memohon untuk peninjauan kembali (PK) karena itu merupakan sebuah novum (bukti baru).
"Kalau salah ketik memang fatal. Menurut saya sebaiknya kejaksaan agung sekarang meminta PK. Kalau perdata PK saja biar MA yang memperbaiki. Kan bisa dianggap bukti baru," kata dia.
"Mudah-mudahan karena itu bukan yang pertama menjadi wajar kalau curiga. Jangan-jangan sudah terpola. Tapi terlepas dari itu, kejaksaan agung PK saja. Pertama karena ada kesalahan penerapan, kedua ada bukti baru (kesalahan penulisan)," tandasnya.
Sebelumnya, MA pada tahun 2009 memutus kasus Yayasan Supersemar. Yayasan yang diketuai oleh Alm Soeharto tersebut divonis membayar sebesar 75 persen dari 420 ribu Dollar Amerika yakni 315 ribu Dollar atau 75 persen dari Rp 185 miliar menjadi Rp 139 miliar.
Namun dalam amar putusannya, Supersemar hanya didenda Rp 185 juta. Padahal seharusnya Rp 185 miliar. Akibat putusan tersebut, Kejaksaan Agung tidak bisa mengeksekusi putusan tersebut. Majelis hakim saat itu adalah Harifin Tumpa sebagai ketua, Dirwoto dan Rehngena Purba sebagai anggota. Ketiganya sudah purna tugas.