TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Timur dituding tidak independen. Terbukti karena KPU tidak mengundang Partai Matahari Bangsa untuk sosialisasi tahapan dan Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur pada 2013.
Tudingan itu disampaikan bekas Ketua DPW Partai Matahari Bangsa Jawa Timur, Syafrudin Budiman saat bersaksi di sidang DKPP dengan pengadu Khofifah-Herman S dan teradu Ketua KPU dan anggotanya di Jakarta, Jumat (26/7/2013).
Ia bercerita, pertemuan pada 6 Mei di Hotel Equator, Surabaya, PMB sudah melaporkan kepengurusan kepada KPU tapi tidak diundang. Ternyata, undangan tersebut diberikan ke Sekretariat Asosiasi Partai Non Parlemen di Jalan Jawa, bukan ke Kantor DPW PMB.
Syafrudin baru mengetahui adanya undangan KPU tentang sosialisasi dan tahapan Pilkada Jawa Timur, dari temannya seorang sekjen partai lain. Meski begitu, PMB kemudian menugaskan Sekjen PMB untuk hadir.
Pada 9 Mei, atau tiga hari setelah pertemuan di Hotel Equator, datang surat dari KPU Provinsi Jawa Timur, yang pada intinya meminta PMB mengirimkan Surat Keputusan tentang kepengurusan terakhir. Surat itu diantar kurir KPU bernama Badu.
"Surat tadi menyampaikan segera pada 11 Mei menyerahkan surat kepengrusan akhir. Pada 11 Mei saya bukan Ketua DPW PMB lagi karena harus mundur menjadi caleg DPR RI dari PAN. Terpilih kemudian Zainuddin," kata Syafrudin.
Pada 11 Mei itu, dirinya langsung mengantar SK Kepengurusan DPW PMB yang baru ke KPU dan bertemu Agung Nugroho di ruangannya. Ada juga komisioner lain Nadjib Hamid. Syafrudin mengaku saat itu SK Kepengurusan DPW PMB tidak juga dilayani.
Di tengah obrolan itu, Nadjib melihat ada perbedaan kepengurusan DPW PMB, dan menanyakan kepada Syafrudin kenapa diganti. Ia menjelaskan posisinya karena mau jadi caleg PAN, maka harus mundur. Karenanya ada pergantian pengurus.
"Bapak Nadjib Hamid, saya enggak tahu maksudnya bercanda atau apa, berkata, 'Wah jangan-jangan kamu ini palsu.' Tahu-tahu dia keluar dan menelpon Mas Imam Darul Qutni, Ketua Umum PMB. Setelah telepon kembali lagi balik ke Mas Agung," ceritanya.
Tiba-tiba, Nadjib balik ke ruangan dan mengonfirmasi tidak benar adanya perubahan kepengurusan. Pasalnya, kata Nadjib, ada SK dari DPW PMB yang menyatakan dukungan untuk pasangan Karsa, sementara ketika masih menjabat, Syafrudin mendukung Khofifah-Herman.
"Pada 11 Mei, saya bertemu Mas Syafrudin dengan membawa SK. Kenapa saya tanyakan, karena Februari bersama yang lain (APNP) diterima Ketua KPU Pak Andry Dewanto. Pada kedatangan kedua suratnya berbeda. Saya tanya kenapa kok suratnya berubah. Dijawab mau jadi PAN," cerita Nadjib.
Sebelum resmi pasangan Khofifah-Herman mendaftar ke KPU pada 14 Mei 2013, Syafrudin mengakui pernah ditelepon Ketua Umum PMB. Ia meminta agar Syafrudin memasukkan saja SK dukungan ke Karsa, nanti ada uang yang nilainya digandakan bisa empat sampai lima kali.
"Dia mencoba merayu lagi, sudah kamu daftar menggunakan dua SK. Kamu tidak menciderai Khofifah dan Pakde Karwo. Saya bilang, jangan begitu, karena saya berjuang dengan azas Islam," terang Syafrudin sambil menambahkan pada akhirnya PMB tetap mendukung Khofifah-Herman.