TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakapolri Komjen Nanan Sukarna mengkritisi kurangnya waktu pendidikan untuk pembentukan calon bintara.
Tentu saja hal itu berpengaruh terhadap kualitas dan pembentukan mental anggota polisi, yang baru lulus dari Sekolah Polisi Negara (SPN).
Pernyataan Nanan menyikapi peristiwa baku hantam antara Satuan Brimob dan Satuan Bhayangkara Polda Jawa Tengah, di Markas Direktorat Sabhara Polda Jawa Tengah, Rabu (24/7/2013) malam.
Menurut Nanan, karakter dan mental seseorang terbentuk dari lingkungan. Sebelum masuk SPN selama 17 tahun, rata-rata para calon bintara menyerap pendidikan dari lingkungan, sehingga membentuk kepribadian.
Dengan menjalani pendidikan selama tujuh bulan di SPN, sangat sulit membentuk polisi yang serba sempurna, itu tergantung input masyarakat.
"Bukan kami ngeles, tapi kami cuma tujuh bulan mengubah," kata Nanan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (26/7/2013).
Peristiwa bentrokan anggota Brimob dan Sabhara, tutur Nanan, menjadi bahan koreksi bagi kepolisian, bagaimana pendidikan dan bagaimana pelaksanaan di lapangan, serta peran para leader di semua level.
Setelah menjalani pendidikan, anggota kepolisian yang baru memiliki pangkat brigadir dua, tentu harus terus didik dan dilatih di satuannya masing-masing. Ini menjadi tugas para pimpinan di level-level unit mulai dari Kanit, Kapolsek, dan Kepala Satuan.
"Kan baru kelar pendidikan, masa pendidikan itu bagaimana? Harusnya mereka diajarkan tentang leadership di semua level. Kami maunya pendidikan 11 bulan, tapi anggarannya tidak ada, jadi dikurangi menjadi tujuh bulan," ungkap Nanan.
Meski demikian, Nanan mengakui masih banyak polisi-polisi yang baik. Tapi, akibat ulah segelintir polisi, nama institusi Bhayangkara bisa tercoreng.
"Coba bayangkan, kalau berasal dari agama dan ibadahnya bagus, pasti polisinya top. Tapi tidak semua, hanya dua tiga orang yang membuat masalah, itu memalukan kepolisian," tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, Rabu (23/7/2013) sekitar pukul 22.30 WIB, 30 anggota Brimob Polda Jawa Tengah mendatangi Direktorat Sabhara Polda Jawa Tengah.
Penyebabnya sepele, yakni pesan 'provokasi' dalam BlackBerry Messenger (BBM) dari seorang bernama Bripda Fahri, yang bertugas di Direktorat Sabhara Polda Jawa Tengah. Isi pesan itu dengan cepat menyulut anggota Brimob Polda Jawa tengah lainnya.
30 anggota Brimob Polda Jawa Tengah dengan menunggangi sepeda motor, mendatangi Direktorat Sabhara Polda Jawa Tengah untuk mencari Bripda Fahri. Namun, orang yang dicari tidak ada, sampai akhirnya terlibat adu mulut antara anggota Sabhara dan Brimob.
“30 anggota Sat Brimob Polda Jateng mendatangi Kantor Direktorat Sabhara Polda Jateng menggunakan kendaraan bermotor. Kemudian mereka berusaha menanyakan kiriman BBM yang mereka terima bernuansa tidak menyenangkan terhadap Sat Brimobda Polda Jateng. Saat pertemuan, terjadi silang pendapat, sehingga mereka melakukan tindakan pemukulan satu sama lain,” beber Ronny.
Kasus tersebut saat ini sudah ditangani Kapolda Jawa Tengah. Semua anggota Brimob dan Sabhara yang terlibat dalam insiden tersebut kini menjalani pemeriksaan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Jateng.
Akibat peristiwa tersebut, empat anggota Sabhara dan empat anggota Brimob mengalami luka-luka. Terjadi juga kerusakan pada bangunan di Direktorat Sabhara Polda Jateng, di mana sejumlah kaca jendela pecah.
Empat anggota Direktorat Sabhara Polda Jateng yang terluka adalah Bripda Ilham (21), Bripda Aditya (19), Bripda Anugrah Dwi (20), dan Bripda Fajar Gunarto (20).
Sementara, anggota Satuan Brimob Polda Jateng yang luka-luka dan memar adalah Bripda Liang Lukita, Bripda Nuh Setiaji, Bripda Muhamad Nur Solihin, dan Bripda Pundi Lingga Pratama.
Ronny membantah adanya penggunaan senjata tajam dalam insiden tersebut. Tapi, kemungkinan luka sobekan pada sejumlah korban diakibatkan pecahan kaca.
“Tadi saya katakan ada beberapa bagian kaca yang pecah, itu nanti akan diteliti secara mendalam apa yang menyebabkan luka sobek. Ada kaca yang bisa melukai kaki dan tangan mereka,” tuturnya. (*)