News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ray Rangkuti Kritik Pernyataan Akil Mochtar Soal Putusan DKPP

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Gusti Sawabi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti
Laporan Wartawan Tribunnews, Eri Komar Sinaga

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-  Pegiat Pemilu dari Lingkar Madani Untuk Indonesia (LIMA) menyesalkan pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar yang menyebutkan agar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tidak mudah menjatuhkan sanksi pemecatan kepada KPU daerah.

Direktur LIMA Ray Rangkuti menilai pernyataan Akil Mochtar tersebut  merupakan anjuran yang dapat memundurkan pencapaian penegakan integritas penyelenggara Pemilu.

"Pernyataan itu seperti memberi kembali peluang bagi penyelenggara pemilu terus untuk melanggar kode etik karena sekalipun kelak diadukan ke DKPP ada kemungkinan hanya mendapat sanksi tertulis. Sanksi yang faktanya tak ampuh untuk membuat penyelenggara pemilu lebih berpihak pada Pemilu jurdil," ujar Ray, Jakarta, Minggu (11/8/2013).

Pernyataan Akil tersebut seolah menyiratkn bahwa berbagai pelanggaran kode etik bahkan ancaman pelaksanaan Pemilu atau Pilkada yang tidak jurdil tidak lebih penting dari pelaksanaan itu sendiri.

Artinya, lebih baik menyelamatkan anggota KPUD yang melanggar dan  membuat Pemilu atau Pilkada jadi cacat dari pada memberhentikan mereka karena ancaman Pemilu atau Pilkada yang macet.

"Cara berpikir seperti inilah selama ini  yang membuat banyak anggota Penyelenggara pemilu tidak peduli pada asas pelaksanaan Pemilu atau Pilkada yang jurdil, bersih dan partisipasif," tegas Ray.

Berbagai pelanggaran dilakukan anggota KPU umumnya karena tidak bersikap independen, tidak jujur dan adil dalam mengelola tahapan Pemilu atau Pilkada.

Penyakit ini hampir merata di seluruh Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pengaduan pelanggaran penyelenggara pemilu ke DKPP yang mencapai 200 kasus.

Sementara, kata Ray, hampir 80% hasil Pilkada disengketakan ke MK. Data ini menunjukan luasnya praktik perusakan Pemilu atau Pilkada yang dilakukan justru oleh penyelenggaranya sendiri.

Ray menilai ancaman bagi Pemilu demokratis tidak berasal dari peserta pemilu atau masyarakat tapi dari dalam, dari penyelenggara pemilu. Menurut dia, situasi buruk pengelolaan Pemilu yang demokratis sebenarnya telah mulai dirasakan sejak Pemilu 2004.

Kemudian berlanjut pada Pemilu 2009 sampai pada pilkada tahun 2013. Untungnya, dengan berbagai macam praktik antipemilu demokratis itu mulai terungkap dan terbukti di sidang-sidang DKPP.

"Dengan begitu, sejatinya kita harus terus mendorong DKPP membersihkan penyelenggara Pemilu atau Pemilukada  yang melanggar kode etik guna menyelematkan Pemilu yang demokratis di masa depan," tukasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini