News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengusutan Kasus Sampang Hasilkan 14 Butir Kesimpulan

Penulis: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dua pria merusak dan membakar sebuah rumah saat kerusuhan di Sampang, Madura, Jawa Timur, Minggu (26/8/2012).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Temuan dan Rekomendasi (TTR) telah mengusut kasus penyerangan terhadap penganut Syiah di Sampang Madura, pada 26 Agustus 2012.

TTR terdiri dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Andy Yentriyani, komisioner Komnas Perempuan mengatakan, dalam pengusutan kasus, TTR mendapatkan 14 butir kesimpulan dari temuan penyerangan terhadap komunitas Syiah di Sampang Madura.

"Ke-14 temuan terkait konflik, perempuan dan konflik, anak dan konflik, pelanggaran HAM, peran dan posisi negara, serta tentang konsekuensi kekerasan dan penyikapannya," kata Andy di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Senin (26/8/2013).

Andy menjelaskan, konflik antara penganut Syiah dan Sunni di Sampang bersifat kompleks, multiras, dan multidimensional. Menurutnya, faktor sosio-kultural, agama, ekonomi, dan politik, turut mendorong terjadinya konflik.

"Lemahnya penegakan hukum dalam konteks pemenuhan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan," ujarnya.

Andy menuturkan, mengenai perempuan dan konflik, kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan jadi bagian integral dalam peristiwa intoleransi dan pelanggaran kebebasan beragama. Perempuan menjadi korban langsung dan tak langsung saat serangan.

TTR juga menemukan anak dari kedua pihak menjadi korban, sehingga pendampingan termasuk pemulihan perlu dilakukan kepada kedua kelompok anak tersebut. Menurutnya, upaya perlindungan anak belum bersifat substansif, baik perlindungan khusus untuk anak-anak di pengungsian, maupun anak-anak di wilayah Sampang.

"Dalam konflik di Sampang, ada hak-hak asasi yang dilanggar meski dijamin dalam UUD 1945," tuturnya.

Andy memaparkan, negara dalam konflik tersebut belum mampu memastikan pemenuhan hak konstitusional. Negara juga belum mampu menyentuh akar konflik tersebut.

Dalam konflik Sampang, pemerintah daerah dan aparat keamanan justru memerlihatkan keberpihakan pada kehendak kelompok mayoritas.

Dalam kasus itu terjadi kriminilisasi warga negara atas dasar agama dan keyakinan sesuai hati nuraninya, dengan dakwaan penodaan agama.

TTR menemukan vonis rendah bagi para pelaku serangan, bahkan vonis bebas terhadap Rois Al Hukana membuktikan negara gagal memberikan perlindungan HAM.

Jaksa penuntut umum dan majelis hakim tidak mengusut fakta persidangan terhadap pelaku, sehingga tidak ada putusan hakim yang mengatur tentang ganti rugi materiil atas harta benda korban.

Andy menuturkan, negara mengokohkan akar konflik, sehingga potensial memicu konflik ke wilayah lain.

"Negara, yaitu Kementerian Agama bersama Pemkab Sampang, melakukan pemaksaan pindah keyakinan melalui 'pembinaan' bagi penganut Syiah," ucapnya.

TTR juga menemukan pola kekerasan dan penyikapan negara atas kekerasan, dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok agama. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini