Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PDIP, Deddy Sitorus, menilai perbaikan dalam bidang hukum tidak akan terwujud selama Jenderal Listyo Sigit Prabowo masih menjabat sebagai Kapolri.
Pernyataan ini Deddy sampaikan dalam diskusi bertajuk "Dapatkah Gibran Dimakzulkan dan Jokowi Diadili?" di Hotel Sultan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Selasa (26/11/2024).
"Mau bicara hukum? Kalau Kapolri-nya masih Listyo Sigit, sampai berbulu, nih, gelas enggak akan ada perubahan, pak. Bayangin gelas bisa berbulu enggak," kata Deddy di lokasi.
Menurut Deddy, Listyo telah merusak sistem penegakan hukum dengan menggunakan institusi kepolisian untuk mendukung kandidat tertentu dalam Pilkada.
Dia berpendapat, Presiden Prabowo Subianto perlu mengganti Listyo demi mewujudkan perbaikan hukum di Indonesia.
"Kalau Pak Prabowo sudah mengganti Kapolri, mungkin kita bicara hukum, karena saya percaya banyak perwira-perwira yang tidak mau institusi Polri rusak oleh Kapolri-nya, tetapi kalau masih dia yang jadi Kapolri, enggak ada harapan, pak," ujar Deddy.
Selain itu, Deddy menyebut bahwa dari sisi politik juga mengalami kerusakan akibat sejumlah penjabat (Pj) kepala daerah di beberapa daerah berpihak ke kandidat tertentu.
"Pj ini geraknya gila-gilaan. Ada yang dengan inisiatif sendiri, ada yang karena mau dapat keuntungan, ada yang bisa melakukan komodifikasi terhadap pemilu ini. Ini sedang terjadi di semua penjuru negeri," tegasnya.
Deddy menjelaskan, perbaikan dari sisi politik satu di antaranya bisa terjadi ketika Prabowo punya kemandirian dalam memimpin Indonesia.
"Kalau Pak Prabowo tidak menemukan kekuatannya sebagai presiden, enggak ada, enggak usah ngomong politik," ucapnya.
Tak hanya itu, anggota Komisi II DPR RI ini menuturkan, perbaikan dari sisi politik bisa terjadi ketika rakyat melakukan perlawanan dengan turun ke jalan.
Baca juga: Kasus Polisi Tembak Siswa SMK di Semarang: Mabes Polri Turunkan Propam dan Itwasum untuk Monitoring
Deddy mencontohkan saat gerakan rakyat untuk menolak Revisi UU Pilkada yang hendak mengakali putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60/PUU-XXII/2024.
"Yang bisa mengubah para penguasa ini, kalau ada kerumunan dan ada HP, pak. Kemarin Revisi Undang-Undang Pilkada yang bermaksud membegal putusan Mahkamah Konstitusi, bubar jalan, gara-gara apa? Banyak orang berkumpul di depan Gedung DPR dan di berbagai kota. Bubar jalan. Bubar jalan," tegasnya.