News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Buku Anas Tumbal Cikeas

SBY Marah Anas Menolak Tanda Tangan

Penulis: Febby Mahendra
Editor: Rachmat Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ma'mun Murod Al-Barbasy, mantan Sekretaris Departemen Agama DPP Partai Demokrat, menulis buku berjudul Anas Urbaningrum Dalam Sorotan Status Facebook Tumbal Politik Cikeas.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bermula dari publikasi hasil survei yang dilakukan Saiful Mujani Reseach and Consulting (SMRC) mengenai pilihan reponden terhadap partai politik. Dalam survei tersebut Partai Demokrat berada di peringat ketiga (8,3 persen), di bawah Partai Golkar (21,3 persen) dan PDI Perjuangan (18,2 persen).

Telunjuk mengarah kepada faktor Anas Urbaningrum terkait anjloknya elektabilitas Partai Demokrat. Namun Anas justru melihat adanya kejanggalan dan meragukan kredibilitas hasil survei lembaga riset politik yang dipimpin Saiful Mujani tersebut.

"Selepas SBY membuat pernyataan dari Madinah, Syarif Hasan dan Jero Wacik membuat pernyataan serupa dan tegas meminta Anas Urbaningrum mundur, " tulis Ma'mun Murod Al-Barbasy, mantan Sekretaris Departemen Agama DPP Partai Demokrat yang juga dikenal sebagai loyalis Anas, dalam buku Anas Urbaningrum Dalam Sorotan Status Facebook Tumbal Politik Cikeas.

Di Madinah, SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat minta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menentukan status hukum Anas Urbaningrum terkait kasus korupsi proyek pembangunan kompleks olahraga di Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Tak lama kemudian, Jumat, 9 Februari 2013, giliran Majelis Tinggi Partai Demokrat mengadakan rapat membahas penyelamatan partai dan menghasilkan delapan poin keputusan.

Hasil rapat itu disebut Ma'mun Murod tidak lebih merupakan kudeta terhadap Anas Urbaningrum karena kekuasaannya diambil alih oleh SBY sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.

Rupanya, Anas Urbaningrum yang hadir dalam rapat Majelis Tinggi tersebut tidak bersedia menendatangani dokumen berisi Delapan Poin Penyelamatan Partai Demokrat.

Ia keberatan terhadap isi poin ketujuh yang menyatakan, "Kepada Ketua Umum Partai Demokrat saudara Anas Urbaningrum yang tetap menjadi wakil majelis tinggi sementara saya (SBY) memimpin langsung gerakan penataan dan pembersihan partai ini, saya berikan kesempatan untuk menghadapi masalah hukum dengan harapan keadilan benar-benar tegak dan tim hukum siap memberikan bantuan."

Selain itu Anas menganggap poin ketiga menabrak konstitusi partai seperti diatur dalam AD/ART Partai Demokrat.

Poin ketiga menyebutkan Fraksi Partai Demokrat di DPR, DPD, dan DPC berada dalam kendali dan bertanggung jawab kepada majelis tinggi sesuai hirarki partai.

"Saya sangat sadar, bahwa poin-poin penyelamatan ini inkonstitusional dan de facto kudeta atas diri saya," ujar Anas Urbaningrum kepada Ma'mun Murod.

Terkait poin ketujuh, Anas Urbaningrum keberatan karena memposisikan dirinya mempunyai masalah hukum.

"Sebaiknya poin itu (7) dihapus. Saya mohon maaf, kalau yang lain (maksudnya: anggota Majelis Tinggi lainnya) setuju, saya tidak setuju dengan poin ini, dan saya tidak akan tanda tangan," ujar Anas Urbaningrum.

Mendengar penolakan Anas, raut wajah SBY langsung menampakkan kemarahan yang luar biasa.

"Kalau tidak ada poin ini (7), saya harus berbicara apa saat konferensi pers nanti? Ini sudah ditunggu kader Partai Demokrat seluruh Indonesia, dan masyarakat," ujar SBY.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini