Menurut Anas Urbaningrum, saat itu SBY sangat yakin Anas bakal berstatus sebagai tersangka kasus Hambalang.
"Ini benar-benar operasi sunyi yang sukses meski sempat terganggu dan ternodai oleh bocornya sprindik (surat perintah penyidikan yang diterbitkan pimpinan KPK)."
Bagi Ma'mun Murod, kasus bocornya sprindik terhadap Anas Urbaningrum merupakan bagian dari ketidaksempurnaan strategi penggulingan sang Ketua Umum DPP Partai Demokrat hasil kongres di Bandung.
"KPK adalah produk politik DPR yang siapa pun untuk bisa duduk di dalamnya membutuhkan lobi-lobi politik. Hampir-hampir tidak ada satu pun anggota KPK yang terpilih tanpa melakukan lobi-lobi politik," tulis Ma'mun Murod.
KPK akhirnya menjaring Anas Urbaningrum sebagai tersangka, 22 Februari 2013.
Sehari setelah berstatus sebagai tersangka, Anas menyatakan berhenti dari posisi Ketua Umum DPP Partai Demokrat sekaligus mundur dari partai tersebut.
Setelah Anas dilengserkan, pelan-pelan para loyalisnya dipereteli dari struktur partai.
Menurut Ma'mun Murod ada empat model pembersihan loyalis Anas. Pertama, ada yang dipecat sebagai pengurus harian sekaligus dicoret dari daftar calon anggota legislatif atau caleg.
Kedua, ada yang tetap duduk sebagai pengurus harian tetapi dicoret dari daftar pencalonan anggota legislatif.
Ketiga, dicoret dari pengurus harian tetapi tetap dicalonkan sebagai anggota legislatif meski ditaruh di nomor tidak jelas.
"Keempat tetap masuk sebagai pengurus harian dan juga diperbolehkan menjadi calon anggota legislatif nomor urut yang tidak jelas," tulisnya.
Ma'mun Murod menyebut dirinya masuk kategori pertama yaitu dipecat dari pengurus harian dan tak dicalonkan sebagai anggota parlemen.(*)