TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengaku, untuk mencegah terjadinya korupsi, perlu adanya konsensus hati dan nurani semua pihak, bukan saja partai politik tapi masyarakat banyak.
Demikian disampaikan Abraham saat memberi pemaparan soal korupsi dan potensinya dalam Rapat Kerja Nasional III Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) di Ecovention Hall, Ecopark, Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (7/9/2013).
"Kerja sama banyak pihak untuk pemberantasan korupsi, kita harus lakukan dengan membangun hati nurani. Kalau kita sudah disiplin dengan hati nurani tidak terjadi," ujar Abraham dalam pidato pemaparannya di depan peserta rakernas PDI Perjuangan.
Abraham lalu menjelaskan, maksud konsensus hati nurani adalah bentuk imbauan kepada kader PDI Perjuangan untuk memiliki komitmen dan konsensus hati nurani, agar tidak terjebak dalam perilaku korupsi. Bukan saja PDI Perjuangan, tapi partai lain dan semua masyarakat.
Dalam pidatonya tadi, seorang kader PDI Perjuangan asal Aceh mengusulkan agar dalam Rakernas ini dibentuk penandatangan nota kesepahaman sebagai kontrak politik kader terhadap pemberantasan korupsi, namun bagi Abraham tidak perlu.
"Dengan komitmen dan konsensus pribadi (untuk tidak melakukan korupsi, red), lebih kuat daripada sekadar dengan MoU (Memorandum of Understanding atau nota kesepahaman)," kata Abraham.
Ia mengaku menghadiri undangan PDI Perjuangan untuk menghormati, dan kesempatan KPK yang berkeinginan kuat untuk memacu parpol tercerahkan dan mampu membangun komitmen pribadi melakukan konsensus nurani.
"Makanya kita harus datang tiap parpol untuk ingatkan mereka melakukan langkah-langkah agar tidak terbawa. Kita mendorong parpol untuk menghindari diri dari perilaku korup. Kalau parpol masih dibungkus, terjebak, terkoptasi dengan perilaku korupsi, maka susah bereskan negara ini," ujarnya.