TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Politisi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari angkat biara terkait sikap pemerintah Belanda terkini yang meminta maaf kepada publik atas rangkaian pembantaian yang dilakukan pasukannya saat masa kependudukan di Indonesia pada periode 1945 hingga 1949.
Niat itu, kemudian Perdana Menteri Mark Rutte mengumumkan, akan membayar sebesar 20.000 euro kepada janda korban tewas saat menduduki Indonesia.
"Ini soal saling menghargai martabat bangsa-bangsa secara sama. Belanda tidak mengakui kemerdekaan pada tahun 1945 dan 1949.Para janda-janda itu diperlakukan sebagai bekas rakyat jajahan. Selain jumlah kompensasi yang kecil (20.000 euro atau setara dengan Rp 300rb perbulan) Kompensasi hanya diberikan pada sembilan janda hidup di antara 600-an jumlah korban semuanya," kata Eva Kusuma Sundari saat dimintai tanggapannya, Jumat (13/9/2013).
"Belanda hanya ingin mencitrakan diri sudah memenuhi kewajiban demi mereka bukan demi keadilan bagi para korban atau demi perbaikan relasi untuk kesetaraan dengan Indonesia," ujarnya.
Belanda sebelumnya pernah meminta maaf dan membayar kompensasi kepada kerabat korban, tetapi hanya dalam kasus-kasus tertentu saja.
Mereka belum pernah meminta maaf dan memberikan kompensasi kepada korban pembantaian secara umum. "Kita berbicara tentang kejadian mengerikan dalam kasus yang spesifik yang mengakibatkan eksekusi," kata Rutte seperti dikutip dari AFP.
Sepatutnya, Eva menyarankan pemerintah menyatakan keberatan karena tidak merubah keadaan. Bahkan pemberian itu memperburuk, karena bukan saja merupakan penegasan pengingkaran proklamasi 1945, akan tetapi juga penghinaan, karena warga negara Indonesia, bebas kok dianggap jajahan," pungkas Eva.
Kejadian saat era kemerdekaan yang kemudian mengingatkan saat membaca sejarah pembantaian Rawagede, Karawang. Tragedi pembantaian di Kampung Rawagede, Rawamerta, Kabupaten Karawang, oleh tentara Belanda pada 9 Desember 1947 tak terlepas dari pergerakan kaum muda di wilayah itu. Rawagede ketika itu, diincar Belanda karena menjadi markas para laskar.
Sejarah kelam yang kemudian dirangkum dalam sebuah buku oleh Ketua Yayasan Rawagede Sukarman (60). Tulisannya yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku berjudul Riwayat Singkat Taman Pahlawan Rawagede. Cerita ini pernah ditulis lengkap oleh harian Warta Kota.