TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konferensi Tingkat Tinggi negara-negara kerja sama ekonomi Asia Pasifik atau Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) 3013 yang berlangsung 7-8 Oktober 2013 baru saja usai.
Satu dari tujuh kesepakatan yang dicapai pada KTT APEC 2013 adalah peningkatan keterlibatan perempuan dalam pembangunan ekonomi.
Para pemimpin negara APEC telah sepakat mengadopsi rekomendasi Women’ s Economic Forum 2013 yang mengajukan peran strategis perempuan sebagai pengendali ekonomi keluarga dan bangsa (women as economic drivers).
"Sekilas nampak sebagai sebuah kesempatan potensial bagi perempuan untuk berperan besar mengentaskan kemiskinan keluarga dan bangsanya. Perempuan pelaku bisnis rumahan yang disebut Bank Dunia tahun 2010 sekitar 6 juta orang di wilayah Asia Timur dan di Indonesia mencapai jumlah 60 persen dari seluruh bisnis UMKM akan diberi berbagai kemudahan untuk mendapatkan akses dunia usaha, perizinan, permodalan, sarana peningkatan kapasitas dan mobilitas," ungkap Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, Iffah Ainur Rochmah dalam keterangan resminya kepada Tribunnews, Jumat (11/10/2013).
Bila utuh memahami tujuan utama keberadaan APEC sebagai motor penggerak rezim pasar bebas, maka menurut Iffah akan disadari bahwa forum APEC dan semisalnya tidak akan pernah mengentaskan kemiskinan negeri-negeri dunia ke-3. Sebaliknya justru akan memperluas pintu penjajahan ekonomi dan politik negara-negara Barat kapitalis.
Sementara itu, berbagai strategi yang ditempuh diantaranya dengan peningkatan keterlibatan perempuan melalui jargon pemberdayaan ekonomi, tidak lain adalah eksploitasi dan penjajahan model baru.
"Karena itu Muslimah Hizbut Tahrir mengajak masyarakat memahami hakikat forum tersebut dan dampaknya bagi kaum perempuan. Ada tiga pernyataan dari Muslimah HTI berkaitan dengan hasil kesepakatan dalam KTT APEC 2013. Pertama, ratusan ribu keluarga Indonesia telah merasakan dampak buruk APEC setelah ribuan industri dalam negeri gulung tikar akibat laju perdagangan bebas. Kondisi ini semestinya menjadi penegas bahwa APEC bukanlah kerja sama mengatasi kemiskinan tapi malah menghancurkan ekonomi keluarga dan bangsa," jelas Iffah.
Pernyataan kedua kata Iffah, bahwa jutaan perempuan Indonesia telah terjun ke dunia kerja dalam kondisi rawan eksploitasi dan pelecehan akibat kemiskinan yang mendera. Mendorong kaum perempuan semakin banyak terlibat di dunia kerja sesungguhnya hanya akan memperbesar jumlah perempuan yang dieksploitasi dan mengalihkan kesadaran umat akan pangkal persoalan kemiskinan yakni diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme.
"Sedangkan yang ketiga menetapkan perempuan sebagai pengendali ekonomi keluarga dan bangsa sebagaimana disepakati pada KTT APEC 2013 hanya akan mendorong munculnya berbagai persoalan baru pada bangsa ini. Memberi penghargaan kepada kaum perempuan berdasarkan kontribusi materi yang disumbangkannya bagi keluarga dan bangsa sama saja dengan mengarahkan mereka untuk mengabaikan fitrahnya sebagai manajer rumah tangga dan pendidik generasi. Berikutnya akan semakin banyak muncul persoalan kehancuran keluarga dan berujung pada kehancuran masa depan generasi," kata Iffah.
Iffah mengajak semua komponen umat menyadari dan bersungguh-sungguh berjuang untuk menuntaskan problem kemiskinan dengan menghapus sistem kapitalisme yang menjadi sumber masalah dan menggantinya dengan sistem Islam dan Khilafah Islamiyah yang mampu mewujudkan kesejahteraan dan kemajuan bagi semua.