TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Survei opini publik atau opinion poll memiliki potensi ketidakakuratan (potential for inaccuracy ), yang biasanya tercermin dalam tingkat margin of error. Dapat juga terjadi, apa yang dikenal sebagai non-response bias, bias dalam pemilihan sampel yang tak representatif.
“Bahkan bisa terjadi bias yang memang direkayasa oleh pelaksana survei,” kata Direktur Eksekutif Seven Strategic Studies (7SS) Mulyana W Kusumah dalam keterangan persnya di Jakarta Selasa (22/10/2013).
Mulyana mengatakan, berbagai bias dimungkinkan dalam survei. Seperti konstruksi pertanyaan terarah, atau pun coverage bias yaitu sampel yang tidak mewakili populasi, sebagai konsekuensi metodologi yang digunakan.
“Berbagai potensi ketidakakuratan dan bias dalam survei, seharusnya dikoreksi secara terbuka dengan kaidah-kaidah akademik, atau dikritisi dengan survei tandingan,” katanya.
Semaraknya publikasi hasil polling berbagai lembaga survei, pada satu sisi bernilai positif bagi pembentukan sikap kritis publik, pada sisi lain gambaran kontestasi yang kian hangat menjelang Pileg dan Pilpres 2014.
Dengan demikian, hasil polling elektabilitas tidak perlu ditanggapi berlebihan, karena memberikan kontribusi bagi tumbuhnya rasionalitas politik.