TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyadapan yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS) dan Australia bisa diajukan ke Mahkamah Internasional di PBB, karena menyalahi hukum internasional.
"Antarnegara itu dilarang melakukan saling mengintai, mematai-matai, dan memperoleh informasi ilegal dengan melakukan penyadapan tersebut," kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI TB. Hasanuddin dalam peluncuran bukunya, ‘Arsitektur Keamanan Nasional’ di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (7/11/2013), dan hadir sebagai pembicara pengamat militer dari Imparsial Al-Araf, dan Jaleswari Pramowardani dari LIPI.
Menurut politisi PDIP itu penyadapan tersebut bisa dilakukan dengan tiga cara; yaitu melalui elektronik, udara bebas dengan merekam suara di diudara, dan merekam suara di gedung-gedung atau restoran dari jarak jauh.
“Menyelesaikannya pun bisa melalui tiga cara; yaitu dibawa ke PBB, diplomasi, dan pengusiran Kedubes AS dan Australia dari Indonesia,” ujarnya.
Pemerintah bisa melakukan protes keras, asal mempunyai bukti-bukti. Dan, bukti itu kata TB. Hasanuddin bisa diperoleh melalui Lemsaneg RI, melakukan investigasi ke sumber berita (Snowden media Australia yang memberitakan penyadapan tersebut), dan atau akan dibawa ke Mahkamah Internasional? “Kita tunggu sikap pemerintah,” ujarnya.
Menurut Jaleswari Pramowardani, seharusnya dalam UU intelijen negara, sudah diatur mengenai penyadapan. Tapi, yang terpenting katanya, kita tanya pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), apa saja yang sudah disadap oleh Amerika dan Australia. Sebab, selama ini kedua negara tersebut demikian ketakutan-paranoid dengan isu terorisme dunia.