TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR RI, Soemientarsi Muntoro mendesak segera dilakukan revisi UU Penyelenggaraan Ibadah Haji. Hal itu dilakukan agar pelayanan ibadah haji Indonesia di tahun-tahun mendatang bisa diperbaiki.
Dengan revisi UU haji, diharapkan mempertegas posisi Kementerian Agama, apakah akan menjadi penyelenggara atau hanya menjadi pengawas pelaksanaan ibadah Haji.
Sebab menurutnya, saat ini kementerian tersebut masih menjadi pengawas sekaligus penyelenggara, sehingga rancu dan tidak ada yang bisa dimintai pertanggungjawaban ketika terjadi permasalahan atau penyelewangan.
"Harus jelas apakah mereka regulator atau penyelenggara. Jika Kementerian Agama memang ingin menjadi penyelenggara, harus jelas juga aturan hukumnya mengenai punishment atau sanksi yang harus diterima ketika terjadi penyelewengan-penyelewengan dalam penyelenggaraan ibadah haji, sehingga jamaah tidak dirugikan," tegas Soemientarsi dalam keterangannya, Minggu (10/11/2013).
Menurut anggota Fraksi Hanura ini, meski Indonesia telah puluhan tahun menyelenggarakan haji, namun ternyata Kementerian Agama belum bisa menjalankan amanah tersebut secara maksimal, apalagi memuaskan jemaah.
"Secara umum, yang saya lihat, mereka masih jauh dari amanah. Banyak persoalan yang belum bisa diselesaikan oleh Kemenag selaku penyelenggara haji, sehingga mengakibatkan jamaah menjadi tidak nyaman, selama melakukan ibadah di Tanah Suci," ungkapnya.
Beberapa permasalahan yang sempat dicatat oleh legislator dari daerah pemilihan Jatim ini, antara lain transparansi budget, penyediaan fasilitas pemondokan, penyediaan makanan (katering), kesehatan, serta transportasi.
"Dalam hal penyediaan katering, misalnya, saya lihat sendiri masih jauh dari layak, apalagi memuaskan. Sebab makanan yang disediakan oleh penyelenggara haji masih ala kadarnya, dan banyak dikeluhkan jemaah," ujar Soemintarsih.
Demikian juga dalam hal pemilihan pemondokan beserta segala fasilitasnya, masih banyak jamaah yang mengeluhkan lift yang rusak. Menurutnya, ini bukan hanya soal kenyamanan namun menyangkut keselamatan karena membahayakan jemaah. Selain itu jumlah kamar yang sedikit sehingga jemaah berjubel dalam kamar.
Jrmaah Indonesia, lanjut Wakil Ketua Fraksi Hanura MPR RI ini, masih banyak yang bingung karena kurangnya petunjuk arah yang memakai bahasa Indonesia. Seharusnya, dengan banyaknya jumlah jamaah haji indonesia, Kementerian Agama harus mendesak pemerintah Arab Saudi melengkapi papan rambu petunjuk arah dengan bahasa Indonesia.
“Pemerintah Indonesia, Kementerian Agama dan Kementerian Luar Negeri mestinya bisa melakukan langkah diplomasi untuk melobi agar pemerintah Arab Saudi bisa mengakomodir kebutuhan rambu yang dilengkapi istilah penunjuk arah berbahasa Indonesia,” tegas Soemientarsi.
Ditambahkannya, masalah transportasi juga belum bisa diselesaikan dengan baik oleh Kementerian Agama, sehingga banyak jemaah yang terlantar di bandara karena jadwal kepulangan yang molor.
"Dalam catatan kami secara umum, munculnya permasalahan-permasalahan yang terjadi sehingga merugikan jamaah haji Indonesia tersebut, akibat lemahnya diplomasi Kementerian Agama terhadap pemerintah Arab Saudi," ungkap Soemientarsi.