TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara tersangka kasus proyek Hambalang Anas Urbaningrum, Firman Wijaya menyayangkan sikap tebang pilih yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengusut kasus Hambalang. Terlebih saat melakukan penggeledahan di rumah kliennya tersebut.
Menurutnya, KPK hanya berkutat pada keterlibatan Anas dan Atthiyah Laila istrinya.
"Apa urusannya paspor diambil? Harusnya kalau memang dilarang bepergian kan harusnya ada pencekalan dulu. KPK memilah dan diskriminatif," kata Firman kepada wartawan, Jumat (15/11/2013).
Dirinya menyebutkan, bahwa saat KPK disodorkan jejak Ibas di rumah Athiyyah, penyidik lembaga superbodi tersebut tak menyitanya.
"Harusnya ada jejak siapa pun dibuka saja jangan diskriminatif," kata Firman.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Johan Budi membenarkan ada beberapa penyidik KPK yang mendatangi rumah Anas Urbaningrum, Selasa (12/11/2013) kemarin. Kedatangan para penyidik itu tidak berkaitan dengan Anas, tetapi berkaitan dengan Athiyah Laila, istri Anas dan pernah menjadi pemimpin di PT Dutasari Citralaras bersama tersangka kasus Hambalang Mahcfud Suroso.
KPK yakin, ada jejak Machfud di rumah Anas atau istrinya. PT Dutasari Citralaras disebut sebagai salah satu perusahaan yang menjadi subkontraktor PT Adhi Karya dalam proyek Hambalang senilai Rp 1,52 triliun itu. Perusahaan tersebut juga dipimpin Machfud Suroso, yang kerap disebut sebagai orang dekat Anas.
Direktur Utama PT Dutasari Citralaras Machfud Suroso diduga sebagai pihak yang diuntungkan dari penyalahgunaan wewenang yang dilakukan penyelenggara negara dalam pengadaan sarana dan prasarana Hambalang.
Adapun penyelenggara negara yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini adalah Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng (sekarang mantan), serta Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar. KPK menetapkan Machfud sebagai tersangka dalam pengadaan sarana dan prasarana olahraga Hambalang.