Laporan Wartawan Tribunnews.com Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Eva Kusuma Sundari, menilai aksi penyadapan intelijen Indonesia terhadap Australia pada 1999 sampai 2004 silam, merupakan hal wajar.
Penilaian politikus PDI Perjuangan tersebut, menyusul pernyataan AM Hendropriyono, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) era Presiden Megawati Soekarnoputri, yang menyebut Indonesia lebih dahulu menyadap Australia.
"Wajar karena saat itu situasi perang dimana Australia 'memihak' ke Timtim. Jadi situasi emergency sah-sah saja sadap-menyadap," kata Eva ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (21/11/2013).
Namun, kata Eva, dalam situasi damai dan saling bersahabat, aksi penyadapan merupakan pelanggaran internasional. "Jadi sepatutnya Australia minta maaf," ujarnya.
Sebelumnya, Hendropriyono menilai Indonesia tak perlu munafik atau marah berlebihan menanggapi skandal penyadapan Australia tersebut.
Kepada satu media massa kenamaan di Australia, Herald Sun, Hendro mengakui Indonesia pernah menyadap percakapan para petinggi pemerintahan Australia saat terjadi krisis Timor Leste, tahun 1999 sampai 2004 silam.
"(Saat itu), kami ingin mengetahui apa yang sebenarnya dibicarakan (petinggi Australia) tentang kami (Indonesia)," tutur Hendropriyono seperti yang dikutip Tribunnews.com dari artikel "Indonesia Spied on Australia in 2004, Says Ex-intelligence Chief", Herald Sun edisi Selasa (19/11/2013).
"Kita bisa mengatakan ini adalah 'rahasia umum.' Maksud saya, (aktivitas) ini rahasia tapi semua orang mengetahuinya," tambahnya.
Kala itu, tutur Hendro, intelijen Indonesia menyadap komunikasi sipil serta militer Australia.
Tak hanya itu, Indonesia juga menyadap sambungan telepon masuk maupun yang keluar dari alat komunikasi sejumlah politikus Australia. Terutama politikus yang gencar mendukung Timor Leste.