TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Untuk menciptakan Pemilihan Umum (Pemilu) yang berkualitas pada 2014 dan menghasilkan pemimpin yang amanah dan sesuai kehendak rakyat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki lima tantangan.
Pertama, persoalan DPT yang sampai sekarang belum jelas berapa angka pastinya. KPU memang telah menetapkan DPT sebanyak 186.612.255 pada 4 November 2013. Namun DPT tersebut masih dengan catatan dan bisa berubah jumlahnya.
"Nah catatannya itu bisa turun. Sekarang kan empat juta yang nasibnya belum ketahuan. Kita harus antisipasi apakah ini jadi bahan masalah atau tidak," ujar Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Ray Rangkuti dalam diskusi publik bertajuk 'Dinamika Politik Jelang Pemilu tahun 2014' di Galeri Cafe, Jakarta, Jumat (22/11/2013).
Kedua, KPU belum menjawab Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang hilang.
"Menurut temuan PDI Perjuangan hilang, dan benar hilang dan diakui. Tapi sampai sekarang belum ada jawaban dari KPU kemana itu TPS. Cuma ada asumsi KPU menyebut karena itu tidak ditandai departemen dalam negeri," ujar Ray.
Ketiga, kehadiran Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) dalam Pemilu. Menurut Ray, jika kehadiran Lemsaneg menghadirkan ketidaknyamanan, maka kerja sama tersebut harus dibatalkan.
"Nggak usah analisisnya terlalu jauh kalau Lemsaneg tidak menghadirkan kenyamanan kapada peserta Pemilu dan kepada kita masyarakat potensi untuk mempertanyakan hasil Pemilu menjadi tinggi," kata dia.
Keempat, terkait delegitimasi MK dalam penyelesaian sengketa Pemilu akan besar terjadi pada 2014. Itu menyangkut dengan kasus MK.
Kelima soal putusan MK terkait putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kepala daerah provinsi Bali terkait pencoblosan yang bisa diwakilkan.
"Tidak jelas apa pertimbangan dari MK. Dia hanya mengatakan kalau ada persepakatan di antara stake holder di daerah itu ya boleh-boleh saja. Itu kan hukum, yurisprudensi. Jadi nanti di satu TPS, cukup satu orang saja, jadi lah itu barang. Pertanyaan saya bagaimana KPU mengantisipasinya," kata Ray.