TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ribuan dokter melakukan aksi mogok praktik dan berdemonstrasi menolak kriminalisasi dokter, Rabu (27/11/2013). Aksi yang juga diikuti oleh mahasiswa kedokteran ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas dan protes atas polemik pidana yang dijatuhkan Mahkamah Agung kepada dr. Ayu, dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendry Siagian atas kasus malapraktik. Harapan dari aksi ini adalah agar MA mengabulkan permohonan PK (Peninjauan Kembali) atas kasus ini.
Dalam sidang sebelumnya di Pengadilan Negeri Manado, para dokter dinyatakan tidak bersalah, namun di tingkat kasasi ketiganya dinyatakan bersalah dan dihukum dengan 10 bulan kurungan. Menyusul kasus tersebutlah aksi mogok digelar yang mengakibatkan pelayanan kesehatan di beberapa daerah menjadi terganggu.
Menanggapi aksi ini, pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Papua (UKIP), dr Sophian Andi menyadari bahwa aksi ini memang memiliki potensi menghambat pelayanan, khususnya di daerah-daerah. Namun aksi mogok massal ini merupakan langkah terpahit yang harus dilakukan oleh para dokter, karena selama ini aspirasi dokter yang disampaikan melalui organisasi dokter seperti IDI dan Dokter Indonesia Bersatu tidak mendapat cukup perhatian dari pemerintah.
Dalam hal ini, bukan hanya aspirasi untuk kasus dr Dewa Ayu cs saja, namun juga aspirasi mengenai kesejahteraan dokter. Menurutnya, aksi ini tidak akan terjadi jika komisi IX dan Kementerian Kesehatan mau mengakomodir aspirasi para dokter.
“Aksi ini adalah langkah terakhir dan terpahit yang akhirnya ditempuh, karena aspirasi dokter selama ini tidak diperhatikan," ujarnya dalam keterangan pers yang diterima Tribunnews.com, Rabu (27/11/2013).
Sementara itu, pengamat sosial, Dra. Dedeh Yuliah juga menyayangkan aksi mogok massal yang menyebabkan terganggunya pelayanan kesehatan di beberapa daerah.
"Hal ini seharusnya tidak dilakukan karena ketika dokter mogok, masyarakat akan terlantar," tuturnya.
Dedeh menambahkan, aksi ini juga berpotensi membuat citra dokter di mata masyarakat menjadi buruk, mengingat tidak semua masyarakat mengetahui duduk permasalahan atas aksi ini.
“Tidak fair melakukan aksi ini. Jangan sampai karena masalah ini, masyarakat dikorbankan dan pelayanan kesehatan menjadi terganggu karena ada persoalan yang sesungguhnya mereka tidak tahu,” ujar pejabat eselon I di Kementrian Sosial ini.
Ditanya mengenai solusi atas polemik ini, Dedeh mengatakan seharusnya Kementerian Kesehatan dapat segera merespon aksi ini. Harus ada diskusi terbuka yang mempertemukan semua pihak yang terlibat, supaya tidak timbul kesalahpahaman, khususnya masyarakat. Kemudian baru meminta MA untuk meninjau ulang kasus yang menimpa dr Dewa Ayu Sasiary cs tersebut.
Jika masalah ini tak kunjung ditangani dengan serius, ditakutkan masalah ini semakin melebar yang akhirnya malah merugikan masyarakat dan dokter.