TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Wakapolri, Komjen Pol Oegroseno yang mengatakan penggunaan jilbab harus jelas visi-misinya dan merupakan urusan rumah tangga Polri dikritik oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Almuzzammil Yusuf.
Menurut politisi PKS asal Lampung ini pernyataan Wakapolri semakin menegaskan bahwa penundaan penggunaan jilbab bagi Polwan oleh Mabes Polri semakin tidak jelas dan keliru. Demikian disampaikannya di Jakarta, (5/12/2013).
“Pernyataan Wakapolri penggunaan jilbab harus sesuai visi dan misi dan merupakan urusan internal rumah tangga Polri tidak berdasar. Penggunaan jilbab oleh Polwan adalah isu HAM dan dilindungi Konstitusi Pasal 28E ayat 1. Penggunaan jilbab juga trend penghormatan internasional, termasuk di Inggris, Kanada, Swedia, Victoria Australia, dan lain-lain,” kata dia.
Seharusnya, kata Muzzammil, pimpinan Polri menyadari selama ini kebijakannya yang tidak membolehkan Polwan menggunakan jilbab telah melanggar HAM dan Konstitusi.
“Setelah sadar melanggar HAM dan Konstitusi, seharusnya segera memperbaiki diri. Jangan ditunda-tunda. Policy yang bijak adalah memberikan kesempatan Polwan untuk kenakan jilbab sambil menunggu SK,” ujarnya.
Jika alasan penundaan karena anggaran belum tersedia, terang Muzzammil, banyak Polwan yang secara senang hati mau menggunakan dana pribadi untuk membeli seragam jilbab sesuai dengan seragam di Aceh atau 61 model yang pernah disampaikan Kapolri, Jenderal Timur Pradopo.
“Anggaran bukan halangan. Karena jumlahnya tidak besar. Komisi III akan perjuangkan pada APBNP 2014 anggaran seragam Polwan berjilbab bisa terealisasi. Jadi tidak perlu menunggu sampai 2015.” Tegasnya.
Muzzammil mengaku telah dihubungi oleh perwakilan Polwan, “Mereka sebenarnya kecewa dengan penundaan jilbab ini. Tapi, mereka tidak akan berani bersuara berbeda karena taat atasan dan takut kena sanksi,” paparnya.
Bagi para Polwan, jelas Muzzammil, yang mereka inginkan selama SK/Perkap dan anggaran jilbab bagi Polwan belum disediakan APBN, mereka diijinkan kenakan jilbab dengan biaya mereka sendiri sesuai pernyataan Kapolri, Jenderal Sutarman sebelumnya.
“Pernyataan dibolehkannya Polwan berjilbab oleh Kapolri pekan lalu, bagi mereka seperti mendapat hadiah istimewa yang diambil kembali dari tangan mereka melalui telegram rahasia Wakapolri,” imbuhnya.
Muzzammil merasa heran dengan komunikasi publik Mabes Polri yang ingin menentang arus apresiasi publik yang sudah mereka raih sebelumnya. Padahal Polri seharusnya terus memupuk dukungan publik.
“Masa Kapolri sudah nyatakan terbuka dipublik sudah oke, dengan alasan warna-warni dan keseragaman, telegram Wakapolri berisi sebaliknya. Pernyataan Kapolri seperti pernyataan yang sangat tidak profesional,” katanya.
Muzzammil khawatir ada pihak tertentu yang memiliki niat terselubung untuk melama-lamakan SK dibolehkannya Polwan berjilbab hingga waktu yang tidak jelas.
“Padahal kajian dan desain seragam berjilbab sudah dibuat oleh Kapolri masa Jenderal Timur Pradopo. Tunggu apalagi? Jika ada itikad baik seharusnya tidak ditunda-tunda,” jelasnya.