TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pepi Fernando, otak teroris bom buku yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan diduga berencana membuat bom rakitan.
Hermawan Yunianto, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Jawa Tengah, mengungkapkan pihaknya menemukan adanya indikasi Pepi akan membuat bom. "Ada indikasi menyiapkan bom molotov," kata Hermawan melalui sambungan telepon, Selasa (31/12/2013).
Selain itu, indikasi Pepi akan merakit bom yaitu ditemukannya paku dalam jumlah cukup banyak, Hermawan belum menerima laporan secara lengkap bukti-bukti apa yang ditemukan petugas Lapas Batu Nusakambangan.
"Saya belum terima laporan bukti-buktinya, tetapi dia sudah mulai mengumpulkan paku dan ada indikasi ke arah situ (pembuatan bom) dari alat-alat yang ditemukan," ujarnya.
Pepi dalam kehidupannya di Lapas kurang berbaur dengan warga masyarakat lainnya, tetapi dia mampu mendoktrin narapidana lainnya dengan paham-paham radikal.
"Orangnya agak ekslusif kurang berbaur dengan yang lain," ucapnya.
Pihak pengelola Lapas memindahkan Pepi Fernando ke Lapas Besi Nusakambangan dari Lapas Batu Nusakambangan, Senin (30/12/2013) sekitar pukul 20.00 WIB. Tetapi saat akan melakukan pemindahan, penghuni Lapas yang sudah didoktrin Pepi melakukan perlawanan dan sempat terjadi ketegangan.
Pihak Lapas pun meminta bantuan ke Polres Cilacap dan diturunkan satu pleton pasukan Pengendali Massa untuk meredam pengikut Pepi yang mulai beringas. Kini Pepi sudah dipindahkan ke Lapas Besi.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhkan hukuman 18 tahun penjara kepada Pepi Fernando terkait kasus bom buku. Pepi terbukti bersalah melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana diatur dalam Pasal 15 juncto Pasal 6 UU No 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.