TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pentolan teroris Ciputat, Nurul Hidayat alias Dayat alias Daeng dikenal ramah oleh para tetangga. Tetangga kontrakan yang biasa ngobrol dibuat kecele ternyata Dayat adalah pimpinan teroris yang akhirnya tewas ditembak mati Densus 88 saat hendak membeli makan malam jelang pergantian tahun baru 2014.
Selasa (31/12) malam sekitar pukul 19.00 WIB, Dayat yang hendak keluar rumah dengan mengendarai motor Supra bernopol B 6722 COP, sempat berbincang dengan tetangganya.
"Tidak tahun baruan nih?," tanya Dayat kepada tetangganya yakni Simon, Dayat (nama sama) dan Irwan.
Dayat yang hendak membeli makan malam di Jl KH Dewantoro, Ciputat sempat menawarkan apakah mereka akan menitip sesuatu.
Mendapat tawaran Dayat, Irwan meminta untuk dibelikan viting lampu listrik. Tetapi Dayat mengaku tidak tahu barang yang diminta Irwan. Akhirnya, Irwan pun ikut dengan membonceng motor Dayat. "Posisinya, Irwan yang dibonceng," ucap Simon.
Ternyata itu menjadi hari yang sial bagi Irwan. Dayat yang sudah dikuntit tim Densus 88 Antiteror Polri langsung dibekuk saat mengendarai sepeda motor di Gang Haji Hasan, tepat saat akan keluar jalan KH Dewantoro.
Dayat pun tewas diterjang peluru petugas. Sementara Irwan diamankan polisi karena dianggap terkait dengan jaringan teroris. Saat ini Irwan sudah dikembalikan ke keluarganya.
Tak lama setelah menembak mati Dayat, tim Densus 88 Antiteror Polri sudah mengepung kontrakan Dayat. Setelah diminta menyerah, justru lima teman Dayat yang berada di dalam kontrakan tidak mengindahkan imbauan polisi. Justru malah menantang aparat.
"Kalau berani sini masuk," kata Simon menirukan kata-kata teman Dayat yang berada di dalam kontrakan.
Mendengar penolakan tersebut lantas kepolisian pun melakukan sterilisasi dan memadamkan lampu di sekitar rumah kontrakan dan terjadilah aksi saling tembak antara teroris dengan kepolisian selama 10 jam. Hasilnya, Dayat bersama lima temannya tewas ditangan Densus 88.
Hampir enam bulan lamanya Dayat mengontrak di rumah milik Zaenab (62). Dalam kesehariannya, Dayat tidak menunjukan seperti orang berilmu agama, apalagi teroris. Ia selalu mengalihkan pembicaraan bila diajak bicara tentang agama.
Bahkan ia selalu berkelit bahwa dirinya tidak banyak paham tentang agama dengan alasan bahwa agamanya karena keturunan semata.
"Ia selalu seperti orang bodoh kalau diajak bicara agama oleh tetangganya yang juga bernama Dayat," ujar Simon.
Dayat pun tak seperti terduga teroris yang biasanya menutup diri. Justru Dayat relatif membuka diri dan berbaur. Selama mengontrak, sikap Dayat sopan.
Bila tetangga sedang berkumpul, Dayat pun ikut nimbrung. Bahkan ia juga kerap berbincang dengan pedagang sayur keliling. Tidak hanya itu, ia pun suka menyapu dan mencabut rumput di halaman kontrakannya.
Tetangga lainnya, Niko mengatakan serupa. Menurutnya, Dayat kerap menyapanya dan kawan-kawannya yang sering berkumpul. "Baik kok orangnya, sopan, kalau lewat sering negur," ujar Niko.
Niko mengaku pernah masuk ke kontrakan Dayat untuk mengisi baterai handphonenya. Namun ia tak melihat melihat benda-benda mencurigakan.
Setahu Niko, Dayat kerap pulang larut malam. Dayat juga ia lihat sering menggunakan celana ukuran tiga perempat ketika hendak beraktifitas.
"Pulangnya malam jam 10-11an, dia suka pakai peci dan celana 3/4," ujar Niko.
Wenti, tetangga kontrakan yang persis bersebelahan dengan Dayat menceriterakan, selama ini Dayat tak pernah menunjukan perilaku aneh. "Kita biasa panggil dia Wak Nur, orangnya kurus, pakai kacamata," ujarnya.
Menurut Wenti, Dayat tinggal bersama satu orang temannya. Namun rumah kontrakan itu kerap kosong karena Dayat dan temannya selalu pergi pagi dan pulang malam.
Kepada Simon, Dayat mengaku bekerja di perusahaan ekspedisi, sementara temannya mengaku bekerja di konveksi. Apabila keluar rumah Dayat selalu membawa laptop.
Meski demikian tidak ada kecurigaan dari Simon bila Dayat sebagai seorang pimpinan teroris, saat tahu Dayat sebagai pentolan teroris, barulah Simon merasa kecele, ternyata dibalik sikapnya yang polos, ternyata ia menjadi otak aksi teror.
Wenti bercerita, ia kerap mendengar suara ketukan dari kontrakan Dayat. Namun Wenti tidak tahu aktivitas apa yang dilakukan Dayat bersama seorang rekannya di kamar kontrakannya itu.
Sementara Ketua RT 04/07, Bachtiar Iman Udin (45) mengungkapkan bahwa pemilik kontrakan, Zaenab tidak melaporkan adanya penghuni baru yang ternyata terduga teroris.
"Biasanya kalau ada yang mau kontrak itu izin dulu. Tapi memang yang itu (terduga teroris) kecolongan," ujar Bachtiar.
Bachtiar yang akrab disapa Gus Dur idak mengetahui bahwa ada orang yang mengontrak di rumah Zaenab. "Saya saja tidak pernah ketemu sama orangnya. Mereka juga tidak pernah keluar beraktivitas di sekitar sini," ucap Bachtiar.
Karena itu Bachtiar merasa kecolongan, ketika ada penyergapan oleh Densus 88 Antiteror pada Selasa dini hari. Padahal, setiap Sabtu dirinya selalu berkeliling untuk memantau warga, termasuk melewati kontrakan Zaenab. (tribunnews/bah/eri/adi)