TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak menetapkan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum pada Februari 2013, Komisi Pemberantasan Korupsi belum pernah merinci secara resmi proyek selain Hambalang yang diduga dikorupsi Anas.
Tidak dirincinya proyek-proyek lain dalam surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas ini lantas dipermasalahkan tim kuasa hukum Anas. Dalam jumpa pers di kediamannya di Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat (10/1/2014) pagi, Anas mengatakan selama ini tidak pernah ada sprindik yang menggunakan kalimat proyek-proyek lain.
Anas pun mengatakan ada kekhawatiran cara KPK ini akan ditiru lembaga penegak hukum lain. “Misalnya oleh polsek, (keluar surat panggilan) untuk tersangka (kasus) 'pencurian ayam dan atau lain-lain'. Ada yang punya pandangan begitu, itu harus dihindari betul karena KPK jadi role model penegakan hukum berbasis keadilan,” tutur dia.
Ketua KPK Abraham Samad pernah mengungkapkan deretan proyek selain Hambalang yang diduga melibatkan Anas, sekitar Juli 2013.
Abraham membenarkan bahwa "proyek lain" itu adalah proyek pengadaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta proyek pendidikan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). Dia mengatakan pula KPK tengah mendalami keterkaitan Anas dengan kedua proyek itu.
"Semua proyek-proyek kami lakukan (pendalaman), semua kami validasi, cuma belum kami simpulkan karena banyak. Baru kami simpulkan, oh ini yang bisa memenuhi syarat atau tidak," ujar Abraham di sela-sela diskusi dengan wartawan Gedung KPK, Kuningan, Jakarta (19/7/2013) lalu.
KPK, sebut Abraham, sudah melakukan penyidikan intensif terhadap semua data dan informasi yang masuk. Setelah itu, KPK akan melakukan uji silang terhadap semua informasi tersebut untuk mendapatkan satu bukti yang konkret.
"Makanya, kami bilang Hambalang dan proyek-proyek lainnya agar supaya kami kembangkan lebih jauh. Sebenarnya, maksud dari sprindik-nya itu," ungkapnya.
Selain itu, KPK mendalami dugaan aliran dana dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk pemenangan Anas dalam Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Kompas, Anas diduga menerima pemberian atau sesuatu antara lain dari proyek PT Bio Farma dan proyek di Jawa Timur yang dananya bersumber dari APBN. Nilai pemberian dari proyek Hambalang disebut justru yang terkecil di antara dugaan penerimaan dari proyek lain.
Nilai uang yang diduga diberikan kepada Anas dari proyek Hambalang sebagaimana disebutkan dalam surat dakwaan terhadap pejabat pembuat komitmen proyek Hambalang, Deddy Kusdinar, adalah Rp 2,2 miliar. Uang itu diberikan PT Adhi Karya, perusahaan BUMN yang memenangkan tender Hambalang.
Sejumlah saksi untuk penyelidikan perkara Anas mengonfirmasi dugaan penerimaan sesuatu tak hanya dari proyek Hambalang. KPK, misalnya beberapa kali telah memeriksa direksi PT Bio Farma, BUMN yang bergerak di bidang farmasi, antara lain Direktur Utama, Iskandar, dan Direktur Keuangan, Mohammad Sofie A Hasan.
KPK juga pernah memeriksa Kepala Divisi Operasi III PT Pembangunan Perumahan Lukman Hidayat, untuk perkara Anas. PT Pembangunan Perumahan bukan BUMN yang melakukan kerja sama operasi (KSO) proyek Hambalang. KSO Hambalang dilakukan antara PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya.