TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta Polri berbesar jiwa dengan adanya putusan Mahkamah Agung yang memutus bebas Rudy Santoso (41) dalam kasus kepemilikan narkoba dan menyatakan bahwa ada rekayasa dalam proses penyidikan kasus tersebut.
"Polisi harus berbesar jiwa dengan melakukan pemeriksaan terhadap penyidik yang menyidik kasus tersebut, bagaimana rekam jejak penyidiknya. Bukan hanya itu, jaksanya pun harus dilakukan hal serupa," kata Komisioner Kompolnas M Nasser saat berbincang dengan tribunnews.com melalui sambungan telepon, Sabtu (11/1/2014).
Dikatakannya bila ada keputusan akhir yang menyatakan bahwa pelaku kejahatan bebas, Kompolnas menyarankan supaya Polri proaktif untuk melakukan pemeriksaan terhadap penyidiknya.
"Keputusan MA itu kan di hilir, bila ada seperti ini, maka di hulunya harus dilakukan pemeriksaan dan bila ditemukan ada pelanggaran maka harus dihukum penyidiknya," ungkap Nasser.
Kompolnas sudah berkomunikasi dengan Kapolri terkait hal tersebut dan Kapolri sudah merespon positif mengenai usulan adanya pemeriksaan terhadap penyidik yang diduga melakukan rekayasa kasus.
"Kita sudah uslkan kepada Kapolri bila dalam sitem peradilan ada yang diputus bebas, maka harus ada pemeriksaan terhadap penyidiknya," katanya.
Untuk diketahui, MA membebaskan Rudy dari hukuman 4 tahun penjara karena dijebak atas kepemilikan sabu 0,2 gram.
Kasus bermula saat Rudy ditangkap polisi dari Ditreskoba Polda Jawa Timur di kos-kosannya di Jl Rungkut Asri, Surabaya, pada 7 Agustus 2011 sore. Versi polisi, saat digerebek, pria kelahiran 4 April 1971 itu membuang sesuatu ke kloset yang belakangan diketahui sabu dengan berat bersih 0,2 gram.
Atas tuduhan polisi ini, jaksa menyeret Rudy ke pengadilan. Pada 5 Januari 2012, Kejari Tanjung Perak menuntut pria kelahiran Tuban tersebut dengan hukuman 5 tahun penjara.
Pada 1 Maret 2012 PN Surabaya menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara. PN Surabaya menilai Rudy melanggar pasal 112 ayat 1 UU Narkotika. Putusan ini dikuatkan di tingkat banding pada 22 Mei 2012.
Merasa dijebak, Rudy memohon keadilan sejati kepada MA dan akhirnya keadilan pun hadir. Dalam website MA diterangkan 'membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan.'
Putusan ini diketok hakim agung Mayjen (Purn) Timur Manurung sebagai ketua majelis, hakim agung Dr Salman Luthan dan hakim anggota Dr Andi Samsan Nganro sebagai hakim anggota.
Dalam pertimbangan hukumnya, MA menyatakan Rudy dijebak oleh Susi. Susi menyelinap ke kamar Rudy dengan alasan buang air besar dan sesaat kemudian kamar kos Rudy digerebek 4 orang polisi. Rudy baru tahu ada Susi setelah ada penggerebekan. Majelis melihat, hal ini menjadi dapat dibenarkan adalah suatu rekayasa penyidik polisi untuk menjebak terdakwa dalam peristiwa itu.
Lalu siapakah Susi? Hingga kali ini Susi masih misterius. Sebab Susi malah dibiarkan lolos dari penggerebekan itu.
"Tidak mungkin ketika melakukan penggerebekan dalam suatu rumah, kemudian ada orang lain yang keluar dari tempat tersebut tapi tidak ditangkap polisi untuk dimintai keterangan dan Susi dibiarkan pergi keluar melewati 4 orang polisi yang sedang melakukan penggerebekan," putus MA dengan suara bulat.