TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menegaskan bahwa erupsi Gunung Sinabung bukanlah bencana nasional. Penegasan itu disampaikan oleh Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Selasa (4/2/2014)
Sutupo menjelaskan polemik mengenai perlu tidaknya bencana erupsi Gunung Sinabung dijadikan bencana nasional hingga sekarang masih terus mencuat. BNBP kemudian merujuk ke Undang-undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pasal 7 (2).
Pada pasal itu disebutkan, penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah memuat indikator jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan sarana dan prasarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.
Dijelaskan pula bahwa terkait penetapan status darurat bencana, untuk skala nasional dilakukan oleh presiden, skala provinsi oleh gubernur, dan skala kabupaten/kota oleh bupati/wali kota. Ketentuan penetapan status dan tingkatan bencana diatur dengan Peraturan Presiden (PP).
"Hingga saat ini PP tersebut belum ditetapkan karena belum adanya kesepakatan berbagai pihak," ujar Ketua BNPB Syamsul Maarif.
Sebenarnya, lanjutnya, draf PP atau Raperpres Penetapan Status dan Tingkatan Bencana ini sudah dibahas lintas sektor dan lembaga non-pemerintah sejak 2009 hingga sekarang. Berulang kali dibahas dengan unsur pengarah BNPB bahkan dilakukan workshop nasional, tapi belum uga ada kesepakatan.
Adapun yang dimaksudkan dengan tingkatan bencana adalah keadaan di suatu tempat yang terlanda oleh jenis bencana tertentu dan dinilai berdasarkan jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana-sarana, cakupan wilayah dan dampak sosial ekonomi, yang dibedakan menjadi lokal, daerah dan nasional. Status bencana membedakan bencana ringan, sedang, dan berat sesuai indikator tersebut.
Kesulitan utama yang dihadapi menurut BNPB adalah penentuan besaran masing-masing indikator. Dalam Draft PP disebutkan bahwa sebauh bencana disgolongkan bencana tingkat lokal (kabupaten/kota) apabila terdapat sejumlah indikator.
Indikator yang dimaksudkan selain jumlah korban jiwa kurang dari 100 orang; kerugian kurang dari Rp 1 miliar; cakupan wilayah kurang dari 10 km2, Pemda masih mampu menangani berdasar SDM, serta sumberdaya finansial dan pemerintahan masih berjalan.
Untuk bencana tingkat provinsi indikatornya adalah jumlah korban kurang dari 500 orang, kerugian kurang dari Rp 1 triliun cakupan wilayah lebih dari satu kabupaten/kota, pemda provinsi masih berjalan.
Sedangkan indikator bencana nasional adalah jumlah korban lebih dari 500 orang, kerugian lebih dari Rp 1 triliun, menccakupan beberapa kabupaten/kota dan lebih dari satu provinsi, serta pemprov dan pemkab tidak mampu mengatasinya.
"Yang utama adalah apakah sistem pemerintahan di daerah kab/kota masih berjalan. Sebab Bupati/Walikota adalah penangggung jawab utama dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerahnya. Pemprov dan Pemerintah Pusat memberikan penguatan Pemkab/Pemkot," kata Sutopo.