TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), memastikan biaya perawatan TKI Erwiana Sulistyaningsih (22), korban penganiayaan oleh majikannya sudah dibayar. Erwiana menjalani perawatan di Rumah Sakit Islam Amal Sehat.
Hal tersebut diketahui setelah BNP2TKI, menghubungi PT Graha Ayu Karsa selaku Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) yang memberangkatkan Erwiana (22) ke Hongkong. Perusahaan telah menyiapkan deposit Rp 25 juta di rumah sakit untuk memenuhi kekurangan biaya Rp 5.284.000.
"Seluruh biaya perawatan Erwiana Rp 30.284.000 sudah dibayarkan perusahaan pada Rabu (5/2/2014) sekitar pukul 16.00 WIB. Tapi kemudian dikembalikan lagi oleh rumah sakit ke PT Graha Ayu Karsa," jelas Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat di Jakarta, Kamis (6/2/2014).
"Kuitansi pengembalian pembayaran rumah sakitnya juga telah dikirim ke BNP2TKI," tegas Jumhur, seraya menunjukkan bukti pengembalian itu.
Pada bagian lain, Jumhur menyesalkan sikap Lembaga Swadaya Masyarakat dari Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) yang melalui Iweng Karsiwen, justru terindikasi memberi pengaruh negatif pada keluarga Erwiana.
Bahkan, cara JBMI sering menuduh pemerintah lalai dalam menangani kasus Erwiana, dinilai Jumhur seperti aktivis yang mencari panggung di atas penderitaan orang.
“Pemerintah tidak abai apalagi lalai dalam menangani kasus Erwiana, jadi sebaiknya LSM yang ikut terlibat tidak boleh memperkeruh suasana, karena pemerintah sedang bekerja baik dalam memfasilitasi maupun menuntaskan kasusnya,” jelas Jumhur.
Disebutkan, saat ini dana klaim asuransi Erwiana pun telah disediakan oleh konsorsium asuransi TKI sebesar Rp50 juta, untuk diserahkan secepatnya setelah memproses kelengkapan persyaratan.
Erwiana berasal dari Dusun Kawis Desa Pucangan, Ngrambe, Ngawi, Jawa Timur yang diberangkatkan PT Graha Ayun Karsa sebagai TKI sektor rumah tangga ke Hongkong pada 15 Mei 2013. Selama di sana, ia bekerja di keluarga Law Wan Tung, Tong Ming Street, Tseung Kwan O, Kowloon, Hongkong.
Sejak mulai bekerja atau lebih kurang delapan bulan, Erwiana kerap dikasari majikannya yang berakibat luka memar di bagian tubuh yakni kepala, wajah, telinga, bokong, serta tangan dan kaki. Penyiksaan dilakukan menggunakan benda keras antara lain gantungan baju.
Pada 10 Januari 2014, Erwiana dipulangkan sang majikan secara tidak manusiawi karena ditinggal begitu saja di Bandara Hongkong. Meski dibekali tiket untuk tujuan sampai Surabaya, namun Erwiana hanya diberi uang senilai Rp100 ribu.
Majikannya juga membelikan pampers (popok) untuk dipakai Erwiana selama perjalanan karena bokongnya masih basah dengan luka penyiksaan. Sedangkan hak Erwiana meliputi gaji belum dibayarkan majikan.
Erwiana sejak 11 Januari 2014 dirawat di RSI Amal Sehat, Sragen. Kepala BNP2TKI dan sejumlah polisi Hongkong serta perwakilan Kementerian Perburuhannya mengunjungi Erwiana di RS Amal Sehat, Senin (20/1/2014) malam.
Pada 13 Januari lalu, Kepala BNP2TKI menyurati Konsulat Jenderal RI di Hongkong untuk upaya tuntutan bagi majikan Erwiana. Selain menuntut proses hukum yang adil, BNP2TKI meminta hak-hak Erwiana yaitu gaji dan biaya perawatan dibayarkan pengguna atau perusahaan yang memberangkatkan. Adapun hak asuransinya akan dimintakan kepada Konsorsium Asuransi Proteksi TKI.
Pada 20 Januari 2014, polisi Hongkong menangkap Law Wan Tung di Bandara Hongkong saat akan melarikan diri ke luar negeri dengan tujuan Thailand. Selang dua hari yaitu Rabu, Law Wan Tung dibebaskan oleh polisi dan menjadi tahanan kota melalui penetapan uang jaminan 1 juta HKD (Rp 1,5 miliar) yang dikeluarkan pengadilan setempat.
Namun demikian, pengadilan pun menetapkannya sebagai tersangka. Sementara itu, pengadilan kasus Erwiana akan digelar di Hongkong pada 25 Maret 2014 ini.