TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Protes yang dilayangkan Singapura ke Indonesia karena penamaan KRI Usman - Harun tidak perlu ditanggapi karena tidak pada tempatnya.
Sikap tersebut perlu diambil Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Selain itu, Usman dan Harun adalah pahlawan nasional Indonesia.
"Kita sebagai bangsa itu kan berdaulat untuk melakukan apapun di wilayah teritorial kita. Termasuk penamaan KRI Usman Harun. Itu kan kapal perang milik kita. Hak kita," ujar pengamat hubungan internasional Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI), Ganeti Wulandari kepada Tribunnews, Jakarta, Sabtu (8/2/2014).
Menurut Ganewati, peristiwa pengeboman yang dilakukan Usman dan Harun di Orchard saat itu adalah ketika keadaan perang. Jadi, kejadian tersebut sah-sah aja.
"Dalam konteks itu tidak pas Singapura untuk melakukan protes itu. Kan itu dalam konteks perang. Dalam konteks perang dan kita melihat mereka itu sebagai pahlawan nasional dan kita memberikan penghargaan sebagai pahlawan nasional,"kata Ganewati.
Pemerintah, kata dia, harus menyatakan sikap dengan tegas bahwa penamaan kapal perang tersebut dengan Usman Harun adalah bentuk penghargaan kepada pahlawan.
"Malah lucu menurut saya kalau dicabut. Akhirnya kita tidak memiliki integritas. Menyangkut pride kita sebgai bangsa juga," tukas Ganewati.
Sekedar informasi Kopral Anumerta Harun Said dan Sersan Dua Anumerta Usman Janatin merupakan anggota Korps Komando Operasi / KKO, kini disebut Marinir, yang meledakkan bom pada 10 Maret 1965 saat konfrontasi Indonesia melawan Malaysia.
Keduanya dihukum gantung oleh pemerintah Singapura pada Oktober 1968. Tahun 1970-an, Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew mengunjungi dan menabur bunga di makam Usman Harun di TMP Kalibata, Jakarta Selatan.