TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengkritisi pernyataan pejabat Bawaslu, Polri, dan BIN yang menyatakan penggunaan media sosial untuk menganjurkan golput bisa dikenakan pasal pidana UU ITE.
Koordinator KontraS, Haris Azhar, mengatakan dalam hak asasi manusia disebutkan abstain atau menentukan pilihan dari yang tersedia, merupakan ekspresi partisipasi dalam politik dan kebebasan menyatakan pendapat. Menurutnya hal itu dijamin dalam UUD 1945 pasal 28 dan UU nomor 39 tahun 1999 pasal 23.
"Larangan untuk golput dan penganjur-penganjurnya adalah sebuah tindakan antidemokrasi dan antirule of law," kata Haris di kantor KontraS, Selasa (25/2/2014).
Dikatakannya, dalam UU Pemilu menyatakan bahwa yang dilarang adalah tindakan pemaksaan yang dalam konteks pemilu, pemaksaan memilih atau tidak memilih.
"Apapun pilihannya, memilih atau tidak memilih alias golput, adalah sah selama dilakukan atas dasar keyakinan dan menjadi pilihan persoal tiap warga negara," paparnya.
"Penganjuran (golput) adalah sah selama dilakukan dengan cara dan alasan yang tidak melanggar tindak pidana yang merugikan jiwa atau harta benda pihak lain," ujarnya.