TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Waryono Karno marah besar begitu tahu uang yang dibawa utusan SKK Migas hanya 50 ribu dolar AS. Mantan Sekjen Kementerian ESDM tersebut kesal lantaran uang terlalu sedikit.
Padahal uang tersebut untuk diserahkan ke Komisi VII DPR RI jelang rapat kerja terakhir sebelum Lebaran untuk membahas asumsi mikro Rancangan APBN Perubahan (RAPBNP).
Lantaran terlalu sedikit, uang belum jadi diserahkan dan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini tertangkap dulu oleh KPK pada tanggal 13 Agustus 2013. Waryono baru memberikan 140 ribu dolar AS bagi seluruh pimpinan dan anggota Komisi VII DPR yang berjumlah 47 orang.
Adalah mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi yang mengungkap uang haram ke anggota DPR itu.
Awalnya Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto menanyakan beberapa hal yang standar seperti apakah dia mengenal Rudi atau tidak dan mengetahui kasusnya. Dari pertanyaan itulah kemudian muncul soal uang 190.000 dolar AS yang terbagi dalam dua tahap pemberian yakni 140.000 dan 50.000 dolar AS.
Didi menguraikan proses pemberian tahap pertama sebesar 140.000 dolar AS. Awalnya, pada 28 Mei 2013 sekitar pukul 09.00 WIB Didi diundang ke ruangan makan Sekjen Waryono Karno yang biasa juga digunakan untuk ruangan rapat, untuk mempersiapkan rapat di DPR bersama Komisi VII.
Di ruangan besar di dekat ruangan tersebut ada rapat yang diselenggarakan Sekjen bersama jajarannya untuk mempersiapkan asumsi mikro Rancangan APBN Perubahan (RAPBNP). Waryono menyuruh siapkan dana untuk disampaikan ke Komisi VII DPR.
"Saya bilang saya tidak ada uang, uang dari mana," kata Didi saat bersaksi bagi Rudi Rubiandin di Pengadilan Tipikor hari Selasa (25/2).
Waryono kemudian memerintahkan Didi untuk menelpon orang SKK Migas. Didi mengaku tidak punya kapasitas untuk menelpon. Waryono ngotot dan menyuruh Didi memanggil Kabiro Perencanaan Kementerian ESDM Ego Syahrial (sekarang mantan Kabiro).
Ego diperintahkan membantu Didi. Tidak berapa lama, Waryono menyuruh Didi segera menelpon Hardiono (pegawai SKK Migas). Karena Didi tidak punya nomornya, maka Waryono kembali kukuh mengarahkan Didi menggunakan telpon wireless sekretariat.
Di ujung telepon ternyata Hardiono sudah paham maksud Waryono. "Setelah itu saya kasih telepon wireless itu ke Pak Sekjen. Setelah itu Pak Sekjen keluar (dari ruangnya) dia bilag nanti ada dana dari SKK," ujarnya.
Tak berselang lama, Hardiono yang pernah menjabat sebagai Wakil Kepala BP Migas yang kini menjadi tenaga ahli SKK Migas itu kemudian membawa bungkusan. Bungkusan itu kata Hardiono, "ini dari SKK Migas". Bungukusan kemudian diletakan Didi di meja rapat.
Saat itu ada Waryono dan pegawai Setjen Asep Permana. Waryono memerintahkan dibuka. Tetapi Didi menolak karena bukan tugas pokok dan fungsinya. Kemudian Waryono kembali marah lagi.
Ego kembail dipanggil tetapi tidak bisa hadir karena sedang rapat. "Lalu kami (saya) dan Pak Asep hitung. Jumlahnya 140.000 dolar AS, itu seingat kami (saya)," ujar Didi.
Waryono kemudian dengan cekatan menulis di papan tulis kertas dan menyebutkan pembagian-pembagiannya. Untuk empat pimpinan Komisi VII yakni Ketua Sutan Bhatoegana dan Wakil Ketua dijatah masing-masing sebesar 7.500 dolar AS. Untuk 43 anggota Komisi VII masing-masing 2.500 dolar AS. Sedangkan untuk sekretariatnya sebesar 2.500 dolar AS.