Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Polisi Sutarman menyarankan supaya DPR RI menyelesaikan dulu pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebelum melangkah kepada pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Kepolisian.
"Perubahan Undang-undang adalah keputusan politik DPR dan pemerintah kan tentu untuk kepentingan bangsa, bukan tataran saya untuk menilai tentang hal tersebut," kata Sutarman di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (4/3/2014).
Dikatakan Sutarman bila menyangkut institusi penegak hukum, maka dibicarakan dengan baik undang-undang tersebut. Tetapi yang terkait dengan KUHP yang merupakan aturan kriminalisasi perbuatan sebaiknya dibicarakan dengan masyarakat perbuatan apa saja yang akan dikriminalisasi, karena undang-undang adalah perjanjian dengan masyarakat.
"Karena ada beberapa yang tadinya dikriminalisasi kemudian dihapus, contohnya pasal 335 KUHP atau mungkin pasal-pasal lain yang dianulir atau dibatalkan MK, itu bagian pasal," ungkapnya.
Setelah hukum positifnya selesai, baru menyelesaikan KUHAP-nya. Menurut Sutarman bagaimana cara untuk melakukan penangkapan, pemanggilan, merancang penyidikan, dan cara-cara lain, itu diatur dalam KUHAP.
"Yang harus dilaksanakan tidak boleh menyimpang karena itu terkait dengan hak-hak asasi manusia," ujarnya.
Kemudian setelah merumuskan KUHP dan KUHAP baru lah mengatur aparatur penegak hukumnya yang diatur dengan Undang-undang. Ada Undang-undang (UU) kepolisian, UU Kejaksaan, UU Mahkamah Agung, UU KPK, dan lain sebagainya yang terakit aparatur penegak hukumnya.
"Urutannya harus benar seperti itu sehingga proses yang dihasilkan juga undang-undang yang berkualitas," ungkapnya.
Hal tersebut yang didorong Polri supaya DPR lebih dahulu membahas KUHP, kemudian KUHAP, baru UU penegak hukumnya.
"Kalau yang dibahas duluan KUHAP dan Undang-undang kepolisiannya, tidak akan sinkron. Undang-undang harus runtut dan efektif," ujarnya.