TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamanan terhadap mantan pemimpin negara beserta keluarganya dinilain sebagai sesuatu yang wajar. Menurut Kol (Purn) Drs H Guntur Sasono, M Si, Paspampres Grup D merupakan program kenegaraan. Hanya, kata Guntur, masalahnya besar dan kecilnya anggota personel pasukan bila dikaitkan dengan biaya dan anggaran itu yang perlu disesuaikan.
“Saya kira mantan pemimpin di seluruh negara di dunia ini berhak menerima perlakuan protokoler maupun pengawalan dari Pampres. Jadi di Indonesia pasukan itu dinamakan Grup D,” jelas Guntur, dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (8/3/2014).
Guntur yang kini menjadi Caleg Partai Demokrat di Dapil Jawa Timur 8 ini mengatakan, semua mantan presiden atau mantan wakil presiden seperti Hamzah Haz, BJ Habibie, Gus Gur, Jusuf Kalla, dan lain-lain mengakui dan menerima pengawalan Grup D. Hanya saja, kata Guntur, jumlahnya diperkecil.
“Kalau ada di antara mereka yang tidak mau menerima, ini kan jadi tidak lazim nantinya. Menurut saya, segala keputusan kan belum tentu menyenangkan banyak pihak. Tapi, sebagai seorang negarawan, mereka dan keluarganya berhak untuk mendapatkan pelayanan dari negara. Keluarga Megawati menolak? saya rasa nggak lah,” jelas Guntur.
Diberitakan, Panglima TNI Jenderal Moeldoko meresmikan Grup D Paspampres yang bertugas khusus menjaga keselamatan mantan presiden, wakil presiden dan keluarga, Senin (3/3/2014) silam.
Guntur menjelaskan, tadinya hanya ada tiga Grup di Paspampres, yakni Grup A, B, dan C. Grup A bertugas melaksanakan pengamanan fisik jarak dekat terhadap presiden beserta keluarganya. Grup B, bertugas melaksanakan pengamanan fisik jarak dekat terhadap wakil presiden beserta keluarganya.
Adapun Grup C bertugas untuk melaksanakan pengamanan fisik jarak dekat terhadap tamu negara setingkat kepala negara atau kepala pemerintahan. Sementara, Grup D yang baru diresmikan bertugas untuk mengamankan mantan Presiden dan Wakil Presiden.
Adapun koordinator Solusi Pemuda Indonesia (SPI), Faidzin mengatakan, secara prosedural semua negara-negara di dunia memerlukan Paspampres terutama ketika mereka menjabat. Faidzin menyebut, hal itu merupakan bentuk ucapan terimakasih negara atas jasa-jasa pemimpinnya yang sudah mengabdi.
“Hanya memang batasan-batasan jumlahnya yang menjadi masalah. Sebenarnya mantan presiden menurut saya sudah tidak perlu lagi ada pengawalan terlalu banyak. kalau terlalu banyak akan terkendala anggaran,” jelas Faidzin.
Mantan aktivis FAMRED ini juga menyebut, kabar penolakan oleh Megawati Soekarnoputri merupakan kasus langka. Menurut Faidzin, pengamanan terhadap mantan pemimpin negara menjadi hal lumrah yang terjadi di semua negara di dunia.
“Kalau seandainya Mbak Mega menolak, bisa dikatakan itu antik. Lalu Mbak Puan mengatakan itu sesuatu yang berlebihan, sebenarnya itu hanya masalah jumlahnya saja menurut saya yang harus dikurangi,” katanya.