Penulis Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis enam tahun penjara, denda 100 juta subsider tiga bulan kurungan terhadap terdakwa kasus korupsi Hambalang, Deddy Kusdinar.
Selain itu mantan Pejabat Pembuat komitmen proyek pembangunan Pusat Pelatihan, Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang itu juga diharuskan membayar uang penggati sebesar Rp 300 juta, subsider enam bulan kurungan.
Dalam amar putusan majelis hakim yang dibacakan Selasa (11/3/2014) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, terkuak sejumlah kesalahan Deddy, sehingga negara mengalami kerugian yang mencapai ratusan miliar pada proyek bernilai Rp 1,2 triliun itu.
Dipaparkan Hakim Sutio, pada tahap awal persiapan dan perencanaan P3SON, terdakwa selaku Karo Perencanaan merangkap koordinator tim asistensi telah mempunyai maksud dan tujuan menguntungkan khususnya PT Metaphora Solusi Global (MSG) agar menjadi penyedia jasa konsultan perencana proyek Hambalang.
"Terbukti terdakwa memberikan surat tugas kepada Muhammad Arifin untuk mengurus pendapat teknis ke Kementerian PU terkait proyek P3SON di Hambalang.
Terdakwa juga meminya Asep Wibowo dan Arifin membuat Rancangan Anggaran Biaya proyek P3SON di Hambalang, serta terdakwa mengajukan perhitungan biaya anggaran yang direncanakan Rp 2,5 triliun," kata Hakim Sutio.
Selain itu, Deddy Kusdinar dianggap secara sah dan meyakinkan, telah menyalahgunakan kewenangannya terkait proyek Hambalang itu.
"Sebelum pengadaan lelang, terdakwa telah menentukan perusahaan-perusahaan yang akan menjadi pemenang lelang proyek Hambalang, yaitu PT Yodya Karya menjadi Konsultan Perencana, PT Ciriajasa Cipta Mandiri menjadi Konsultan Manajemen Konstruksi dan PT Adhi Karya menjadi pelaksana jasa konstruksi," kata Hakim Anwar.
Terdakwa, lanjut Hakim Anwar, telah menetapkan Yoda Karya, padahal tahu evaluasi teknis tidak dilakukan oleh panitia pengadaan tetapi oleh tim YK dibantu tim MSG sehingga sudah dipastikan YK jadi pemenang.
"Terdakwa mengesahkan HPS padahal disusun dari BQ (Bill of Quantity) yang dibuat Adhi Karya dan bukan oleh panitia ataupun Konsultan Perencana," kata Hakim Anwar.
Tak hanya itu, Deddy juga dinilai terbukti telah melakukan proses pembangunan Hambalang, padahal saat itu belum dilakukan studi amdal di lokasi yang akan dibangun.
Deddy juga dianggap menandatangani kontrak multiyears (tahun jamak) guna membangun P3SON di Hambalang dengan Kerjasama Operasional Adhi Karya-Wijaya Karya. Padahal saat itu izin kontrak dari Kemenkeu belum ada.
"Terdakwa memfasilitasi pemberian uang dari Adhi Karya untuk Andi Zulkarnain Anwar alias Choel Mallarangeng sebagai fee 18 persen atas proyek Hambalang," kata Hakim Anwar.
Terakhir, terang Hakim Anwar, terdakwa di tahun 2011 meski tidak menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen, tetapi melakukan penunjukan langsung dan menandatangani kontrak dengan rekanan proyek Hambalang, yakni dengan Yoda Karya sebagai Konsultan Perencana, Ciriajasa Cipta Mandiri menjadi Konsultan Manajemen Konstruksi dan KSO Adhi Karya-Wijaya karya sebagai penyedia jasa konstruksi.