News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hadi Poernomo Tersangka

Hadi Poernomo Bakal Dijerat Pidana Pencucian Uang?

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad (tengah) bersama Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto (kanan) dan juru bicara KPK, Johan Budi memberikan keterangan pers terkait penetapan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hadi Poernomo sebagai tersangka di Kantor KPK, Jakarta Selatan, Senin (21/4/2014). Hadi Poernomo ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus restrukturisasi pajak Bank BCA pada tahun 1999 saat dirinya menjabat sebagai Dirjen Pajak periode 2002-2004. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengungkapkan, saat ini pihaknya masih fokus mendalami kasus dugaan korupsi penanganan pajak Bank BCA dengan tersangka mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo. Namun tidak menutup kemungkinan KPK menjerat Hadi dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jika ditemukan dua alat bukti.

"Nanti kita lihat perkembangannya," kata Bambang di kantor KPK, Jakarta, Senin (21/4/2014).

KPK juga memastikan akan menjerat pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam rangkaian kasus korupsi pengurusan pajak Bank BCA 2003-2004 yang merugikan negara sekitar Rp 375 miliar ini, tak terkecuali petinggi Bank BCA.

Menurut Bambang, pihaknya kali ini baru menjerat Hadi Poernomo lantaran konsentrasi sasaran KPK pada pihak penyelenggara negara.

Senin (21/4/2014), KPK mengumumkan penetapan tersangka terhadap Hadi Poernomo karena saat menjadi Dirjen Pajak diduga melakukan korupsi pada 2003-2004. Ia diduga menyalahgunakan wewenangnya selaku Dirjen Pajak saat menangani keberatan pajak Bank BCA atas transaksi non-performance loan (NPL) atau kredit macet senilai Rp 5,7 triliun Bank BCA.

Kerugian negara akibat perbuatannya yang memerintahkan bawahannya mengubah hasil kajian keberatan pajak Bank BCA dari 'ditolak' menjadi 'diterima' saat itu diperkirakan mencapai Rp 375 miliar.

Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK per 9 Februari 2010, Hadi melaporkan memiliki harta kekayaan sebesar Rp 38.800.979.805 atau Rp 38,8 miliar.

Dalam LHKPK-nya itu, Hadi memiliki harta tak bergerak berupa rumah dan tanah yang tersebar di 25 lokasi, di Los Angeles AS, Jabodetabek dan Tanggamus Lampung, dengan nilai total Rp 36.982.554.031 atau hampir Rp 37 miliar.

Tanah terluasnya berada di Depok dengan luas 11.150 meter persegi dan 300 meter persegi senilai Rp 7.056.100.000 atau Rp 7 miliar.

Sebagian besar rumah dan tanahnya, termasuk yang di Depok, diperoleh dari hasil pemberian atau hibah sejak 1985 sampai 2004 atau saat dia masih menjabat Dirjen Pajak. Sebagiannya lagi diperoleh dari hasil sendiri.

Masih dari LHKPN yang sama, Hadi juga memiliki harta bergerak berupa barang seni senilai Rp 1 miliar dari hibah pada 1979, logam mulia senilai Rp 100 juta dari hibah pada 1972, batu mulia senilai Rp 400 juta dari hasil hibah 1972 dan harta bergerak lainnya senilai Rp 25 juta juga dari hibah pada 1985. Ia juga melaporkan mempunyai harta giro dan setara kas senilai Rp 293.425.774.

Namun, dalam LHKPN-nya itu, Hadi selaku mantan pejabat negara yang biasa menghitung dan menarik upeti atau pajak dan menelisik anggaran proyek-proyek kementerian itu mengaku tidak mempunyai satu pun mobil sebagai harta bergeraknya. Selain itu, ia juga mengaku tidak mempunyai usaha pertambangan maupun surat berharga. (abdul qodir)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini