News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Century

Saksi Ungkap Boediono Tolak Perhitungan LPS

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia Budi Mulya (kiri) menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan saksi Robert Tantular (kanan) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (24/4/2014). Budi didakwa karena diduga terlibat kasus korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) pada Bank Century dan penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Firdaus Djaelani, bersaksi untuk terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (24/4/2014).

Dia mengungkapkan, ketika rapat 16 November 2008 dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan Bank Indonesia (BI), Boediono selaku Gubernur BI menyangkal perhitungannya yang menyatakan biaya menutup Bank Century lebih rendah dibandingkan harus menyelamatkannya.

Bahkan, Boediono yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden (Wapres) RI, dalam rapat tersebut mengatakan bahwa perhitungan Firdaus hanyalah secara mikronya saja. "Ada yang menyela dalam rapat, Pak Boediono. Dia katakan LPS hanya melihat dari sisi mikronya," kata Firdaus.

Mendengar pernyataan Boediono tersebut, Firdaus mengaku mengiyakan dan membenarkan bahwa perhitungan LPS tidak melihat bank-bank lainnya.

Seperti diketahui, dari surat dakwaan milik Budi Mulya, diduga telah terjadi skenario dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga mendapatkan PMS (Penyertaan Modal Sementara).

Skenario dimulai ketika rapat 16 November 2008 yang dihadiri oleh Sri Mulyani (Menkeu/Ketua KSSK), Boediono, Miranda, Muliaman Hadad, Siti Fadjrijah, Fuad Rahmany, Noor Rachmat, Poltak L Tobing (LPS), Firdaus Djaelani (Kepala Eksekutif LPS) dan Suharno Eliandy (LPS).

Dalam rapat tersebut, Firdaus Djaelani mengatakan bahwa biaya menutup Bank Century lebih rendah dibandingkan harus menyelamatkannya.

Namun, Boediono mengatakan perhitungan Firdaus hanya berdasarkan sisi mikronya saja. Sehingga, data tersebut diindahkan.

Sebaliknya, DG Bi memerintahkan DPNP untuk menyiapkan konsep Analisis Dampak Sistemik (ADS) Bank Century untuk dipresentasikan dalam rapat KSSK tanggal 19 November 2008.

Tetapi, pada saat rapat dengan KSSK yang dipaparkan hanya gambaran umum kinerja perbankan di Indonesia. Sehingga, KSSK belum memutuskan bank Century berdampak sistemik sebagaimana diinginkan oleh BI.

Bahkan, nampaknya BI memang memaksakan agar Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik. Terbukti, dari RDG tanggal 20 November 2008, DG BI mengarahkan DPNP mempersiapkan kajian untuk mendukung alasan penetapan sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Untuk mewujudkan keinginan DG BI tersebut ditempuh berbagai macam cara. Termasuk, menggunakan pendekatan psikologi pasar atau masyarakat dalam analisa dalam sistemik Bank Century. Dengan tujuan, agar secara kuantitatif tidak terukur dampak sistemik tersebut oleh KSSK.

Bahkan, memalsukan data untuk ditunjukan kepada KSSK guna mendukung argumen Bank Century layak dikatakan sebagai bank gagal berdampak sistemik, yaitu menggunakan data tanggal 19 November 2008 dan dijadikan tanggal 20 November 2008.

Selain itu, menghilangkan kajian yang dilakukan yang dilakukan Halim Alamsyah dalam lampiran yang akan diserahkan ke KSSK dan LPS. Padahal, dari kajian tersebut dinyatakan Bank Century tidak berdampak sistemik.

Penghilangan tersebut atas arahan terdakwa Budi Mulya dan Miranda. Serta, atas persetujuan seluruh anggota DG BI, termasuk Boediono.

Hingga akhirnya, pada rapat KSSK dengan Komite Koordinasi (KK) pada tanggal 21 November 2008, sekitar pukul 04.30 WIB, yang dihadiri oleh Sri Mulyani selaku Ketua KSSK, Boediono selaku anggota KSSK, Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK dan Arief Surjowidjojo selaku konsultan hukum, secara tiba-tiba diputuskan bahwa Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik. Selanjutnya, meminta LPS melakukan penanganan terhadap bank tersebut.

Kemudian, pemberian PMS terealisasi mulai 24 Nopember 2008 sampai 24 Juli 2009 dan jumlahnya mencapai Rp 6,7 triliun. Padahal, upaya penyelamatan tersebut terbukti tidak mampu membantu Bank Century, terlihat dari CAR per 31 Desember 2008 yang menurut hasil audit kantor akuntan publik Amir Abadi Jusuf & Mawan, masih dalam posisi negatif 22,29 persen.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini