TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin pernah mengungkapkan, ruko Graha Mas Fatmawati Blok A bernomor 33-35 Jakarta Selatan adalah milik Dedi Priyono atau kakak Andi Saptinus yang dijadikan sebagai pusat operasional pengaturan spek proyek e-KTP antara rekanan proyek dan pihak Kemendagri.
Namun, saat Tribun mendatangi ruko tersebut, ternyata ruko tersebut telah ditinggalkan pemiliknya delapan bulan lalu atau setelah Nazar mengungkapkan ke media tentang korupsi proyek e-KTP.
Kini, ruko tersebut telah dibeli oleh perusahaan berada di sebelahnya, PT Mitra Inti Medika.
Seorang Office Boy (OB) PT Mitra yang enggan disebut namanya menceritakan, si pemilik mulai menempati ruko nomor 33-35 pada 2010. Namun, sejak kali pertama buka, tidak diketahui kegiatan usaha di dalam ruko tersebut.
"Saya kerja di sini sejak 2009. Mereka sudah ada di ruko itu sejak 2010. Setahu saya, sejak awal ruko di samping ini nggak ada kegiatan apa-apa," ujarnya.
Selain itu, ruko tersebut juga tidak memiliki pegawai selayaknya kegiatan usaha atau perusahaan tertentu. "Di ruko ini cuma ada dua orang OB. Saya kenal dengan salah satu OB-nya, tapi dia juga nggak tahu ruko tempatnya kerja itu usahanya apa," imbuhnya.
Petugas keamanan PT Mitra Inti Medika juga mengaku tidak mengetahui kegiatan usaha di ruko tersebut. Ia mengaku hanya pernah melihat sejumlah mesin foto copy di ruko tersebut. "Pernah lihat mesin foto copy, tapi usahanya bukan percetakan," ujarnya.
Diberitakan, Selasa kemarin, KPK menetapkan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Dukcapil Kemendagri, Sugiharto, sebagai tersangka korupsi proyek e-KTP 2011-2012 senilai Rp 6 triliun.
Selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), Sugiharto diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan atau menyalahgunakan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara terkait pengadaan proyek tersebut.
Dan kerugian negara akibat kasus korupsi proyek nasional yang satu ini mencapai Rp 1,12 triliun.
KPK telah menggeledah ruang kerja dan rumah tersangka Sugiharto dan atasannya, Irman pada Rabu dan Kamis kemarin. Keduanya pun sudah dicegah bepergian ke luar negeri.
Satu di antara penyimpangan yang terjadi di dalam proyek nasional kementerian yang dipimpin oleh Gamawan Fauzi itu adalah dugaan terjadinya penggelembungan harga (mark-up) spek barang. Sejumlah dokumen dan barang bukti lainnya disita petugas KPK dari tempat mereka.
Pihak KPK mengakui, terbongkarnya kasus korupsi di kementerian yang dipimpin oleh Gamawan Fauzi ini berawal dari laporan masyarakat yang masuk ke KPK pada 2012-2013.
Selain itu, KPK juga mendapat sejumlah informasi terkait proyek tersebut dari mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang menjadi terpidana kasus korupsi Wisma Atlet Kemenpora, Muhammad Nazaruddin.