TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Emisi gas rumah kaca termasuk karbon dioksida (CO2) yang berasal dari aktivitas manusia telah merubah iklim dunia, dan upaya untuk menguranginya menjadi topik utama berbagai diskusi tentang perubahan iklim global saat ini.
Baru-baru ini, para ilmuwan menemukan fungsi penting dari ekosistem pesisir dan laut tropis sebagai penyerapan dan penyimpanan karbon, yang dikenal dengan karbon biru (Blue Carbon).
Menteri Kelautan dan Perikanan Cicip Sharif Sutardjo menjelaskan ekosistem pesisir dan lautan Indonesia memiliki kontribusi yang sangat besar dalam penyerapan karbon. Diperkirakan hingga 138 Juta ton karbon terserap per tahun.
"Sehingga penyediaan data dan informasi ilmiah yang akurat dan relevan sangat diperlukan agar peran penting ekosistem laut dan pesisir di Indonesia tidak lagi terabaikan," ujar Sharif, Kamis (15/5/2014).
Menurut Sharif, Indonesia sebagai Negara kepulauan, terletak di sepanjang garis khatulistiwa pada “jantung” yang disebut Segitiga Karang. Karakteristik geografisnya menyebabkan iklim hangat di seluruh negeri dan telah membuat lingkungan laut dan pesisir Indonesia menjadi habitat yang cocok untuk pertumbuhan mangrove dan padang lamun.
Bahkan, Indonesia memiliki ekosistem mangrove 3,1 juta hektare atau 23 persen dari mangrove dunia dan padang lamun terbesar di dunia, yaitu 30 juta hektare.
"Hal ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan untuk mengurangi dampak perubahan iklim tidak hanya untuk ekosistem pesisir dan laut tetapi juga untuk lingkunganterestrial/daratan”, ujar Sharif. Sedangkan di area Coral Triangle, ekosistem ini mencakup 52 persen dari distribusi global.
Dengan demikian, potensi ekosistem perlu dikelola, dimanfaatkan dan dipertahankan keberlanjutannya sehingga ekosistem ini diharapkan dapat mengurangi 25 persen emisi karbon secara global dan juga memberikan manfaat langsung pada masyarakat nelayan melalui kelestarian lingkungan sumber daya ikan.