News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Indonesia Berada Pada Masa Pra-Sodom dan Gomorah

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aktivis Gerakan “Ibu Pertiwi Memanggil (IRMA)” terdiri dari dr. Poppy Diah, Yunita, Sylvia Rosa (Koordinator Jakarta), Mardiana, Mariska Lubis (Koordinator Nasional) mengadakan pertemuan dengan Lily Chodidjah Wahid, tokoh perempuan NU, Jakarta, Selasa (27/5/2014).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia pada saat ini berada dalam masa pra-Sodom dan Gomorah. Jika para pemimpin bangsa dan elite politik tidak mampu mengatasi kekacauan yang sekarang jelas terlihat di depan mata, Indonesia akan menuju kehancuran dan hanya menunggu belas kasihan Yang Maha Kuasa untuk lepas dari masalah pelik ini.  
 
Demikian diungkapkan tokoh perempuan NU, Lily Chodidjah Wahid, dalam pertemuannya dengan Gerakan Ibu Pertiwi Memanggil (IRMA) yang diketuai Mariska Lubis, pengamat sosial politik dan penulis buku “Wahai Pemimpin Bangsa !!! Belajar Dari Sex Dong !!!”, Selasa (27/5/2014).

Ikut dalam rombongan Kordinator IRMA Jakarta Sylvia Rosa (Putri Aceh 2012-2013), Mardiana (pengusaha), dr Poppy Diah (pegiat kegiatan tuna netra, penulis buku “Melihat Dunia Tanpa Mata”), dan Yunita (pegiat sosial).
 
Dijelaskan Lily Wahid bahwa, situasi di Indonesia adalah lukisan kondisi sebelum kehancuran Sodom dan Gomora atau pra SodomGomora, dua kota yang dikutuk oleh Tuhan karena dosa tak terampuni yang diperbuat masyarakat dua kota tersebut.

Indikasinya, menurut adik Gus Dur itu, munculnya aib besar masyarakat terkait dengan sodomi, phaedofilia, kekerasan anak kecil, pemerkosaan dan kekerasan dalam keluarga. Ini adalah cerminan terhadap apa yang terjadi pada negara, bangsa dan pemimpin bangsa.
 
“Bangsa ini sedang sakit, karena para pemimpinnya juga sakit. Ketika bangsa ini sedang dibukakan matanya atas hancurnya budaya, akhlak dan moral masyarakatnya, para elite politik dan pemimpin bangsa Indonesia sibuk sendiri dengan koalisi, pilpres. Sementara media masa yang diharapkan sebagai kontrol sosial, tidak melihat arti penting kehancuran masyarakat malah meliput  kampanye pilpres. Kasus phaedofilia di JIS dan lain tempat tak terperhatikan lagi karena isu pilpres lebih hot daripada isu anak-anak kita. Mana naluri dan hati para wartawan yang dikenal peka itu. Yang bisa merasakan adalah kaum perempuan,” ujar Lily.
 
Lily Wahid menunjuk kasus yang menimpa anak kecil bahkan balita yang tak terlindungi merupakan indikasi jelas bahwa negara tidak melindungi orang kecil, anak-anak dan perempuan.   

Krimininalisasi terhadap anak-anak juga merupakan kasus gunung es dan sekarang mulai muncul dimana-mana soal pencabulan terhadap anak kecil, atau incest dll. Kondisi seperti ini, menurut mantan anggota DPR dari PKB ini, antara lain karena himpitan ekonomi yang tidak terpecahkan.
 
Indikasi yang lain, demikian dijelaskan lebih lanjut, munculnya tanda-tanda alam yang diberikan Sang Pencipta kepada bangsa Indonesia. Tanda-tanda alam itu berupa meningkatnya kegiatan vulkanik gunung-gunung berapi di Indonesia yang sudah dianggap tidur. Sementara yang sudah aktif meletus secara bergantian.
 
“Bagaimana mungkin, Gunung Sinabung yang dalam waktu 400 tahun tidak aktif, tiba-tiba meletus tanpa henti-hentinya. Meletusnya Gunung Sinabung kemudian diikuti gunung-gunung yang lain seperti Slamet, Bromo, Ijen dan lain-lain,” ujar perempuan kelahiran bulan Maret ini.
 
Mantan anggota DPR-RI ini menegaskan, pemerintah yang sakit akan terlihat dari kesehatan masyarakatnya. Jika dalam masyarakat ada fenomena baru yang negatif dan meresahkan, itu tidak lain cerminan dari pemerintahan Bangsa yang sakit juga.
 
Lily Wahid juga mendukung gagasan IRMA yang meminta pemerintah untuk memperhatikan dua keprihatinan besar perempuan Indonesia. Menurut IRMA ada dua keprihatinan besar yang luput dari perhatian para pemimpin bangsa yakni melonjaknya harga dan kekerasan (seksual) terhadap anak.
 
“Kami hanya ingin mengingatkan pemerintah bahwa ada dua kondisi yang sangat meresahkan perempuan Indonesia pada saat ini yakni tingginya harga kebutuhan bahan pokok dan kekerasan (seksual) terhadap anak. Kondisi ini malah tidak disebut-sebut dalam program kampanye para capres. Yang bicara sekarang adalah perempuan dan bukannya para pengusaha atau pedagang,” ujar Mariska Lubis.
 
Menurut Mariska, ini hanya persoalan bom waktu dan masanya akan tiba di mana generasi mendatang Indonesia akan kejangkitan balas dendam karena phaedofilia.

Kalau korban phaedofilia balas dendam dan demikian seterusnya, akan muncul gelombang besar phaedofilia di Indonesia. Itu artinya bahwa, tidak ada tempat yang aman bagi anak-anak dan dalam kurun waktu 15 tahun mendatang, generasi Indonesia akan hancur.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini