TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terjadinya peristiwa bom Bali pada tahun 2002 silam, disebutkan membuat devisa negara dari pariwisata di pulau dewata sangat menurun.
Sebab pascaterjadi peristiwa tersebut, wisatawan lokal maupun asing yang biasanya mencapai sekitar 5500 orang datang ke Bali, merosot jauh sampai hanya sekitar 1000 orang per tahunnya.
Hal itu dipaparkan M. Jusuf Kalla saat menjadi saski meringankan untuk terdakwa mantan Sekjen Kemenlu, Sudjanan Parnohadiningrat di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/6/2014).
Karena itu, selaku Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) saat itu, JK begitu biasa disapa, mengambil beberapa langkah. Satu di antaranya yakni mengamankan Bali dengan melengkapi seluruh aparat kepolisian dengan sebaiik-baiknya.
"Kedua, mendorong turis dalam negeri antara lain dengan menyatukan hari libur," kata JK dalam sidang perkara dugaan korupsi penyelenggaraan seminar internasional di Kementerian Luar Negeri tahun 2004-2005 itu.
Selain itu, lanjut JK, untuk memperbaiki citra keamanan, pemerintah juga gencar menjadikan dan mempromosikan Bali sebagai tempat penyelenggaraan konferensi.
"Supaya luar negeri tetap percaya bahwa Bali tidak hilang atau tidak rusak sama sekali maka memindahkan konferensi dari tempat lain ke Bali, baik konfrensi di dalam negeri Jakarta pindahkan ke Bali dan mengundang konferensi dari luar negeri ke Bali.
Agar Bali tetap menjadi tujuan perhatian dan wisata internasional sehingga masyarakat Bali bisa hidup," kata JK.
JK menambahkan, bahwa keputusan itu adalah keputusan darurat yang diambil oleh Presiden RI saat itu, Megawati Soekarnoputri.
"Sehingga kami berikan perintah agar semua konferensi internasional dipindahkan ke Bali agar Bali di dunia luar negeri tetap dikenal aman. Itu misinya," imbuhnya.
Tak hanya konfrensi terkait Bom Bali, pelaksanaan kegiatan konferensi internasional terkait dengan bencana Tsunami Aceh pada akhir 2004 juga dimaksudkan untuk merebut simpati dunia.
Sebab menurut JK, dengan begitu mata dunia menjadi terketuk dengan bencana Tsunami Aceh.
"(Tsunami) Itu kasus aceh. Karena pemerintah tidak mampu mengatasi segera maka diadakan konferensi dengan PBB, memindahkan sidang PBB dari New York (AS) ke Jakarta," kata JK.
Sementara ketika konferensi internasional Tsunami di Aceh, JK sudah menjabat sebagai Wakil Presiden pendamping Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Sama dengan Bali, konferensi internasional terkait Tsunami, kata JK, atas instruksi Presiden SBY dan bekerja dalam tekanan darurat. Dana kegiatan tersebut, klaim JK, juga darurat.
"Pelaksanaan hanya butuh delapan hari. Maka semua bekerja dengan full darurat. Jadi dananya juga darurat. Presiden SBY, saya, dan Ketua Bakornas hanya beri waktu kepada Deplu untuk adakan 8 hari," ujarnya.
JK menilai kegiatan itu berjalan sukses. Pasalnya, dengan kegiatan itu Indonesia dapat mengumpulkan dana besar untuk pemulihan Aceh pasca-Tsunami.
"Sangat berhasil dan kita berhasil kumpulkan dana untuk Aceh US$ 5 miliar," kata JK.
Selain itu, konferensi dan seminar tersebut memberikan pandangan pada masyarakat Internasional bahwa situasi Indonesia pasca Bom Bali I dan II maupun Tsunami Aceh telah kondusif.
"Ada konferensi yang hasilkan image bahwa Indonesia aman. Ada konfrensi yang hasilkan dana, misal keamanan sehingga polisi dapat dana. Ada konfrensi yang hasilkan dana untuk Aceh," imbuhnya.
Meski begitu, JK tak tahu menahu adanya dugaan korupsi yang diduga KPK dilakukan Sudjanan terkait penggunaan anggaran koferensi. Karena itu, lanjut JK, pihaknya tak akan terlalu jauh mencampuri urusan hukum tersebut.
"Itu soal lain, itu pertanggungjawaban masing-masing," tegas Cawapres 2014 tersebut.
Sudjanan sendiri didakwa Jaksa KPK melakukan korupsi dana pelaksanaan kegiatan pertemuan dan konferensi internasional di Kemlu tahun 2004-2005.
Dia didakwa menyalahgunakan kewenangan dalam pelaksanaan 12 kegiatan sidang dan konferensi internasional dengan taksiran kerugian keuangan negara dalam perkara ini Rp 11,091 miliar.
Dalam dakwaan dipaparkan selain menunjuk langsung PCO dan menggelembungkan biaya kegiatan, jaksa juga menyebut, Sudjadnan memanipulasi tujuh laporan kegiatan pertemuan dan sidang-sidang internasional.
Kegiatan itu di antaranya Pertemuan Regional Tingkat Menteri Mengenai Pemberantasan Terorisme di Hotel Grand Hyatt Bali pada 3-5 Februari 2004.
Kemudian acara pertemuan ke 29 Inter Agency Procurement Working Group di Hotel Hyatt Regency Yogyakarta 31 Mei-4 Juni 2004, pertemuan/Lokakarya Pemuda dan Kemiskinan di Asia Tenggara/Youth and Poverty in South East Asia di Hotel Melia Purosani Yogyakarta 2-5 Agustus 2004.
Selai itu adalah sidang Komite Prepcom III Review Conference NPT 2004 di Hotel Bali Intercontinental 14-16 Desember 2004, Dialogue on Interfaith di Yogyakarta 3-10 Desember 2004.
Kemudian, Senior Official Meeting (SOM) ASEAN untuk Asia Erurope Meeting (ASEM) pada 15-23 Desember 2004 di Bali, dan SOM I Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika pada 29 Maret-5 April 2005 di Hotel Borobudur Jakarta, dengan cara seolah-olah menggunakan PCO.
Jusuf Kalla: Konferensi Internasional di Bali dan Aceh atas Perintah Presiden
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Rachmat Hidayat
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger