TRIBUNNEWS.COM, JAkARTA - Manager Corporate Communication PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Dony Indrawan mengatakan, perusahaannya tidak percaya keempat karyawannya melakukan tindak korupsi bioremediasi. Atas dasar itu, perusahaannya mendukung sepenuhnya upaya hukum karyawannya untuk proses Kasasi di Mahkamah Agung (MA) demi membuktikan bahwa mereka tidak bersalah atas semua tuduhan.
“Kami berharap Mahkamah Agung menjadi contoh objektivitas dan dapat memberikan keadilan bagi karyawan di sektor energi.Kami tetap yakin, mereka tidak bersalah,”tegas Dony Indrawan dalam rilis yang diterima Tribunnews.com..
Dalam kasus ini,empat karyawan dan dua kontraktor CPI, yakni Ricksy P Rematury (Direktur PT Green Planet Indonesia), Herlan Bin Ompo (Direktur Sumigita Jaya), Endah Rumbiyanti alias Rumbi (Manajer Lingkungan SLN/SLS CPI), Widodo (Team Leader Sumatera Light North CPI) dan Kukuh Kertasafari (Team Leader Produksi migas SLS CPI) dan Bachtiar Abdul Fatah (GM SLS CPI) didudukkan sebagai terdakwa.
Menurut Dony, Keyakinan perusahaan cukup tinggi, karena dalam proses persidangan sebelumnya,tidak ada satu bukti yang menerangkan adanya kerugian negara maupun tindakan kriminal yang dilakukan karyawan Chevron serta penyalahgunaan wewenang yang dijadikan dasar vonis bersalah oleh hakim. "Yang terjadi malah sebaliknya,ada dua hakim dari lima hakim mengajukan dissenting opiniondan menyatakan bahwa karyawan CPI seharusnya dibebaskan dari semua tuntutan," lanjut Dony.
Kedua hakim yang mengajukan disseting opinion dalam analisa hukumnya menyebut para terdakwa tak melanggar Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 128/2003 yang mengatur pengolahan limbah secara biologi.
Dony pun meminta agar MA tanpa ragu meneliti semuafakta-fakta yang ada dan mendengar keterangan ahli serta lembaga pemerintah secara obyektif sehingga keadilan bisa ditegakkan.
Baginya, kasus bioremediasi ini menjadi pelambang betapa lemahnya perlindungan hukum terhadap sektor energi,sehingga mengakibatkan para pelaku usaha termasuk karyawannya sangat rawan terhadap tindakan kriminalisasi. Apalagi, dalam kasus ini kental sekali nuansa rekayasa tanpa berupaya menegakkan hukum secara benar.
"Sesungguhnya jika dilihat secara kasat matapun, sejak awal, kasus ini sebenarnya sudah terang-benderang.Tak ada korupsi yang merugikan negara dalam proyek bioremediasi, seperti yang ditudingkan jaksa.Makanya, hakim PN Jakarta Selatan dalam putusan praperadilan membebaskan para tersangka,"lanjut Dony.
Keputusan praperadilan sebenarnya juga tak bisa dilakukan banding atau kasasi. Namun,anehnya menurut Dony, dengan berbekal surat korespondensi biasa dari MA, kasus bioremediasi dibuka kembali. Hasilnya, mereka dihukum, walaupun dua hakim ad hoc mengajukan dissenting opinion.
Dijelaskan Dony, Managing Director Chevron IndoAsia Charles (Chuck) A Taylor dan Presiden Direktur Chevron Pasifik Indonesia Albert Simanjuntak, pada Jumat (30/5/2014),mendatangi Kantor Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung. Selain membahas percepatan investasi senilai 12 miliar dolar AS yang hingga saat ini masih tertahan prosesnya,kunjungan itu juga untuk mempertanyakan perlindungan hukum yang terkait kasus bioremediasi ini.
Menurut Dony, Chuck Taylor juga menegaskan kembali keprihatinannya soal nasib karyawannya kepada Wakil Presiden Boediono,saat berkunjung ke booth Chevron di perhelatan IPA pada 21 Mei lalu.
Chevron merupakan perusahaan eksplorasi minyak bumi yang terikat production sharing contract (PSC) dengan BP Migas yang saat ini berubah menjadi SKK Migas.CPI, selaku perusahaan PSC, mempunyai salah satu kewajibanya itu memulihkan lahan-lahan yang tercemar akibat operasi dan eksplorasi.
Sejak tahun 1994 teknologi bioremediasi diuji dan terbukti ampuh untuk memulihkan tanah dan izin pun diterima CPI pada 2002 dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk penerapan bioremediasi di lahan operasi CPI di Riau yang dimulai pada 2003.
Dalam pelaksanaan bioremediasi ini, CPI menggelar tender di sejumlah lokasi yang menjadi wilayah kerja operasinya.Sepanjang 2006 sampai 2012, ada puluhan tender yang digelar CPI.PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya memenangkan sejumlah tender yang dilakukan dengan seleksi yang ketat dan transparan.
Menurut Dony,ada pihak yang kalah tender tak terima. Inilah pangkal masalahnya.Kejaksaan Agung menduga bioremediasi tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya dan dianggap merugikan keuangan negara, karena biaya bioremediasi menggunakan cost recovery.
Ditegaskan Dony, majelis hakim malah lebih mendengarkan saksi ahli yang disodorkan jaksa, yakni Edison Effendi, yang pernah beberapa kali mengikuti tender proyek bioremediasi di CPI tetapi kalah.Makanya, kasus bioremediasi lebih bernuansa balas dendam ketimbang korupsi.
"Masalahnya, yang menjadi korban dalam kasus ini adalah para pegawai CPI yang telah bekerja baik di bidangnya masing-masing.Orang-orang yang inilai berprestai oleh perusahaan dan beberapa di antaranya tidak terkait langsung dengan proyek bioremediasi," jelas Dony.
Tidak hanya karyawan CPI, kasus ini juga bisa menjadi preseden buruk bagi iklim investasi.“Semoga para hakim agung melihat kasus ini dengan objektif dan jernih,” harap Dony.