TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banten Care Institute (BCI) mendukung langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan mengajukan banding atas keputusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta terkait hukuman kepada Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan.
Direktur Eksekutif BCI Heriyono mengatakan, hukuman 'ringan' yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) telah mencederai rasa keadilan masyarat Banten.
"Ini fenomena umum yang sangat ironi. Wawan terbukti bersalah melakukan suap kepada pejabat negara, dalam hal ini Akil Mochtar ketika masih menjabat sebagai ketua Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Heriyono di Tangerang Selatan, Banten, Rabu (26/6).
Heriyono menegaskan, keputusan itu juga menjadi pertanda bahwa sistem peradilan di Indonesia masih sangat lemah dalam menghukum koruptor yang telah merugikan negara. "Kondisi ini jika berlangsung terus-menerus tidak akan menimbulkan efek jera bagi koruptor," kata pria yang juga eks-aktivis 98, ini.
Heriyono menambahkan, BCI merekomendasikan kepada seluruh jajaran pengadilan untuk memiliki kesamaan pandangan bahwa korupsi atau suap kepada pejabat negara adalah kejahatan luar biasa dan hukumannya pun harus luar biasa.
"Bahkan, kalau perlu ada surat edaran resmi dari Mahkamah Agung (MA) soal hukuman ini untuk pengadilan di bawahnya," tegas Heriyono.
Sebelumnya, majelis hakim PN Tipikor yang diketuai oleh Matheus Samiaji, Senin (23/6) menyatakan Wawan bersalah atas tindakan penyuapan kepada eks Ketua MK Akil Mochtar. Wawan dihukum lima tahun penjara.
Selain hukuman lima tahun kurungan, Wawan juga harus diwajibkan membayar denda Rp 150 juta. Jika denda tak dibayar, maka Wawan harus menjalani hukuman tambahan 3 bulan penjara.
Hukuman ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa. Dalam persidangan sebelumnya, Wawan, dituntut hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair 3 bulan kurungan.