Raymond diganjar peringatan terakhir (SP3) oleh Arya, yang saat itu sebetulnya dalam kondisi non-aktif sebagai Pemimpin Redaksi.
Jakarta - Pemimpin Redaksi Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) Arya Sinulingga dan jurnalis senior sekaligus CEO Watchdog, Dandhy Dwi Laksono, berdebat mengenai independensi media menjelang menjelang pemilu presiden. Dandhy mengaku ditantang Arya sehingga memutuskan untuk memenuhi undangan debat tersebut.
Diskusi bertema "Demokrasi di Newsroom dan Etika Jurnalistik" tersebut dilaksanakan di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Rabu, 2 Juli 2014. "Diskusi ini bukan untuk mempertentangkan siapa yang benar dan siapa yang salah," kata moderator yang juga anggota Dewan Pers, Nezar Patria.
Nezar mengatakan, perdebatan ini diangkat setelah menghangatnya perdebatan di media sosial Twitter antara Arya dan Dandhy soal independensi RCTI. Kemudian, kata dia, muncullah ide bagi Dewan Pers untuk memfasilitasi dialog di antara keduanya.
Dandhy mengatakan, kedatangannya untuk menjawab undangan Arya. Dia menyebut, Arya berkali-kali mengungkapkan keinginannya untuk bertemu secara langsung dengannya.
"Saya juga pernah bekerja di lingkungan MNC Group (RCTI salah satu bagian MNC Group). Saya juga pernah berdiskusi sebelumnya dengan Hary Tanoesoedibjo (pemilik MNC Group)," ucapnya seperti ditulis Kompas.com, Rabu 2 Juli 2014.
Sementara itu, Arya mengatakan bahwa undangan tersebut diajukan karena dia senang berdiskusi. Menurut dia, perdebatan di media sosial Twitter cenderung tidak jelas yang berujung debat kusir.
"Banyak orang mengatakan 'ngapain kau layani Dandhy'. Akan tetapi, buat saya, berdiskusi itu sangat penting," tandasnya.
Perdebatan ini bermula ketika adanya video di YouTube yang berisi rekaman percakapan antara Pemred RCTI Arya Sinulingga dan mantan Produser News Seputar Indonesia, Raymond Arian Rondonuwu, soal berita dugaan bocornya materi debat pertama calon presiden antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo.
Dalam video tersebut, Arya diduga memarahi Raymond karena protes saat diminta menayangkan berita tentang dugaan bocornya materi debat capres ke kubu Joko Widodo yang ditayangkan Seputar Indonesia pada 12 Juni 2014.
Menurut produser program “Seputar Indonesia” Raymond Rondonuwu, berita tersebut tidak jelas nara sumbernya. Raymond lantas menulis surat protes terhadap berita tersebut. Ujungnya, Raymond diganjar peringatan terakhir (SP3) oleh Arya, yang saat itu sebetulnya dalam kondisi non-aktif sebagai Pemimpin Redaksi.
Mengingat RCTI adalah bagian dari MNC Group yang dimiliki oleh Harry Tanoe, yang kini merapat ke kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Dandhy merasa perlu memberi peringatan kepada orang-orang yang akan hadir di sana.
Raymond menolak permintaan untuk menayangkan berita tentang dugaan bocornya materi debat capres ke kubu capres Joko Widodo (Jokowi) yang ditayangkan Seputar Indonesia pada 11 Juni 2014. Raymond merasa sumber berita tersebut tidak jelas. Dia pun di-SP3 dan dipindah ke bagian riset oleh Arya Sinulingga.
Dandhy pun mempertanyakan keputusan Arya mengeluarkan SP3 kepada Raymond. Apalagi Arya Sinulingga adalah salah satu anggota tim sukses pasangan Prabowo-Hatta.
"Lagi-lagi institusi pers kita diinjak-injak. Jaga pers sebagai independensi, ini sudah kesekian kalinya," kata Dandhy.
Dandhy pun mempertanyakan posisi Arya Sinulingga. Dia mengaku insan pers tapi menjadi anggota tim sukses Prabowo-Hatta.
"Seruan Dewan Pers Februari 2014 tentang pilihan nonaktif atau mengundurkan diri pada wartawan yang jadi timses atau caleg. Tegas bagi siapapun yang mengaku sebagai komunitas pers. Persoalan ini, saya temukan nama pemred RCTI yaitu komunikasi media salah satu timses pasangan capres," kata Dandhy.
Arya pun mengaku sudah nonaktif dari jabatannya, sehingga tak melanggar kode etik.
"Belum ada seruan Dewan Pers saya sudah nonaktif, sekitar bulan Juli 2013 ketika Pemred di Global TV. Jauh-jauh hari saya sudah nonaktif," jawab Arya.
Dandhy mempertanyakan kepada RCTI terkait pemberitaan dugaan bocornya materi debat capres. Informasi dugaan kebocoran debat capres tidak bisa dipertanggungjawabkan karena hanya berdasar rumor dari sebuah foto makan malam antara perwira polisi Budi Gunawan dan politisi PDIP Trimedya Panjaitan. Tapi RCTI tak memverifikasi gosip itu, justru menggulirkannya dengan beragam konfirmasi dari nara sumber yang tak berkaitan langsung dengan gosip. Gosip itu tak memenuhi otentisitas dan kompetensi nara sumber. “Kalau jurnalisme model seperti ini maka orang bisa membuat tuduhan, lalu media tak memverifikasinya tapi mengkonfirmasi ke nara sumber lain yang bukan dituduh untuk memberi komentar. Kasusnya sendiri tidak ada tapi dikonfirmasi dan yang ditayangkan hasil konfirmasinya bukan kasusnya,” kata Dandhy.
Arya Sinulingga tidak menjawab dengan tegas dari mana sumbernya. Ia hanya mengutip kasus ditayangkan karena ada laporan ke Bawaslu dari tim hukum Prabowo Hatta. “Lalu kami menayangkan konfirmasi dugaan tersebut ke Zuhairi Misrawi, timses Jokowi-Jk dan anggota KPU Arief Budiman. Jadi bohong kalau dianggap kita tak meliput timses Jokowi,” kata Arya.
Tapi klaim itu dibantah dibantah Dandhy yang menyebut laporan ke Bawaslu tidak ada kaitannya dengan dugaan bocornya materi debat capres tapi soal netralitas Polri dalam pemilu. Dandhy juga menyebut konfirmasi seharusnya dilakukan kepada nama-nama yang dituding membocorkan debat capres yaitu Hadar Gumay, Trimedya dan Budi Gunawan. Ketiganya tidak didapatkan RCTI tapi justru mencari jawaban ke nara sumber lain dengan maksud untuk memelihara isu. (skj) (Advertorial)