TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Iding R Hasan menilai Kementerian Agama dan Kementerian Sosial meupakan dua kementerian yang memiliki posisi strategis dan penting.
Hal itu, kata Iding, terkait fakta Indonesia adalah negara yang majemuk dan juga rawan bencana. Atas hal itu, Iding menilai agar dua kementerian ini diisi figur yang berasal dari kalangan non-partai.
Menurut Iding, menguatnya sikap dan tindakan intoleran oleh sebagian kalangan tak bisa dilepaskan dari kebijakan kementerian agama yang terkesan partisan dan bahkan memberi legitimasi atas tindakan-tindakan tersebut.
“Keberagaman Indonesia terkoyak. Jika terus dibiarkan bisa membahayakan keutuhan bangsa,” kata Iding dalam keterangan yang diterima, Jumat (15/8/2014).
Terkait kemensos, Iding mengingatkan Indonesia di satu sisi adalah negeri yang rawan bencana dan di sisi lain juga digayuti berbagai masalah sosial kemasyarakatan yang terus bertambah dari waktu ke waktu. Sayangnya, kemensos terkesan menanggapinya seolah-olah sebagai hal yang rutin saja.
Publik, kata Iding, menilai kinerja kementerian ini jauh dari yang diharapkan. Selain tidak responsif, ada kesan program-program di kementerian ini juga disusupi kepentingan partai.
"Selama ini saya setuju pada kabinet profesional, artinya menteri-menteri yang diambil harus dari kalangan profesional. Jika pun berasal dari parpol tetap harus yang profesional," kata dia.
Jokowi sebagai presiden terpilih, kata Iding, harus mewujudkan itu karena hal tersebut termasuk bagian dari janji kampanyenya. Karena itu, tepat bila Jokowi mengeluarkan gagasan agar menteri dari parpol melepaskan jabatannya di partainya masing-masing, termasuk menteri agama dan sosial.
Namun, alangkah baiknya jika menteri agama bukan orang partai. Dengan begitu, tak ada muatan politik sempit dalam kinerjanya. Apalagi persoalan keagamaan adalah persoalan sensitif. Dibutuhkan seorang yang benar-benar menjiwai kebhinekaan dan inklusif, bukan orang yang partisan.
"Saya kira Kemenag sebaiknya dipimpin oleh orang nonpartai. Idealnya seperti itu. Menteri Agama harus orang yang yang memilki faham keagamaan inklusif sehingga kasus intoleransi bisa diminimalisasi," katanya.
Iding juga setuju bila Kementerian Sosial dipimpin oleh orang nonpartai. Sehingga, ujarnya, program-program kementerian itu bebas dari benturan kepentingan partai politik, yang kerap kali mendomplengnya.
Bila, dipimpin oleh orang nonpartai, Iding yakin, Kemensos tak dijadikan alat pencitraan bagi partai tertentu. Menurut dia, sosok Mensos, haruslah orang yang benar-benar berjiwa sosial dan punya semangat kemanusiaan yang teruji. Idealnya, ia merupakan figur yang sudah terbiasa bergerak dalam aktivitas kesukarelawanan.
"Mensos haruslah orang yang punya sensitivitas sosial tinggi, memiliki semangat berbagi kepada sesama dan sebaiknya punya rekam jejak dalam aktivitas sosial seperti relawan, pegiat sosial, filantropis dan sejenisnya. Dengan begitu ia akan menjiwai tugasnya sebagai seorang mensos," tutur Iding.